Tjhai Chui Mie, Lahirnya “Ahok” Srikandi Tionghoa

Selain Ahok, ada perempuan Tionghoa yang juga sukses mencetak sejarah di Indonesia. Dia adalah Tjhai Chui Mie (蔡翠媚), perempuan Tionghoa pertama yang menjadi kepala daerah di tanah air.

Sosok Walikota Singkawang periode 2017-2022, sekaligus walikota perempuan Tionghoa pertama di Indonesia mewakili / representatif double triple minority di Indonesia : Wanita, berasal dari etnis Tionghoa, dan beragama Buddha!

Tjhai Chui Mie adalah sosok pemimpin yang gaul tapi tegas. Cukup rendah hati. Sebagian kalangan menjuluki Tjhai Chui Mie sebagai Ahok versi wanita!

Tjhai Chui Mie terpilih sebagai Wali Kota Singkawang pada Pilkada 2017. Tjhai Chui Mie dilantik pada Minggu, 17 Desember 2017 lalu.

Sebelum menjabat Wali Kota Singkawang, wanita kelahiran 27 Februari 1972 itu pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kota Singkawang selama dua periode, yakni 2009-2014 dan 2014-2019. Pada periode pertama, Tjhai Chui Mie menjabat sebagai Ketua DPRD Singkawang.

Chun Mie adalah tipe orang yang mudah akrab. Dia bisa diterima banyak kalangan. Termasuk kalangan Islam di sana. Dari namanya terlihat Tjhai Chun Mie dari suku Tionghoa Hakka. Dalam bahasa Mandarin namanya akan ditulis Cai Cui Mei (蔡翠媚).

Orang Hakka memang mayoritas di Singkawang. Jumlahnya hampir 80 persen dari total penduduk asli. Di telepon pun dia lebih sering bicara dalam bahasa itu. Orang Hakka banyak jadi pejabat. Lee Kuan Yew, perdana menteri Singapura, adalah Hakka. Thaksin Shinawatra, perdana menteri Thailand juga orang Hakka.

Pernah Chun Mie diajak temannya ramai-ramai mengubah nama. Saat Chun Mie di SMA PRATIWI Singkawang. Dia tidak mau. ”Orang tua saya susah-susah cari nama. Kok mau ganti,” kenangnya.

Bagi orang Tionghoa nama itu sangat penting. Huruf pertama adalah marga. Tidak bisa diganggu gugat!

Huruf ke-2 (nama tengah) harus punya arti baik. Bunyi baik. Nada baik. Juga untuk membedakan nama wanita atau laki-laki.

Huruf ke-3 juga harus baik dari segala sudut. Juga harus serasi dengan huruf ke-2. Seorang ayah biasanya sudah mencari nama sejak anaknya masih di kandungan. Dengan upaya khusus. Termasuk bertanya ke ”konsultan langit”.

“Tjhai itu marga ibu saya,” ujar Chun Mie.

Hah? Marga ibu? Bukan marga bapak? Ada apa?

”Orang tua saya kan tidak punya surat nikah,” katanya. ”Waktu itu cari surat nikah sangat sulit. Untuk orang Tionghoa,” tambahnya, mengenang masa Orde Baru. Marga ayahnya sendiri Zhang (ejaan khek : Cong).

Kebiasaan Chun Mie berorganisasi membuatnya tidak canggung tampil di publik. Sejak muda Chun Mie sudah aktif di Permasis (Perkumpulan masyarakat Singkawang dan sekitarnya). Di Kalbar memang sangat banyak organisasi kelompok masyarakat seperti itu. Dari kalangan Melayu saja ada beberapa. Ada Dayak, Madura, Jawa, dan masyarakat adat.

”Sebenarnya saya tidak mau masuk politik,” kata Chun Mie pada saya. ”Keluarga saya tidak ada yang di politik,” katanya sebagaimana dikutip dari artikel wartawan senior Dahlan Iskan dalam tulisannya di media.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: