Menghujat Blusukan Risma, Kepura-puraan dan Anti Perubahan

Oleh : Edi Winarto

Penulis Mantan Staf Khusus Plt Gubernur DKI Jakarta

Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jakarta

Edi Winarto
Edi Winarto

Keunikan kebiasaan blusukan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menyapa dan berdialog dengan tunawisma, pemulung, orang miskin di sudut-sudut kota Jakarta, beberapa hari usai dilantik sebagai Menteri tiba-tiba dimunculkan sebagai polemik dan pro kontra.

Gestur bu Risma, sapaan Tri Rismaharini yang mempunyai kebiasaan selalu mengunjungi dan menyapa orang miskin sejak menjadi walikota Surabaya hingga jadi Menteri Sosial, ditafsirkan dan ditanggapi sinisme dan narasi negatif oleh kalangan yang merasa “tersaingi” kefigurpublikan tokoh idolanya yang tenggelam dengan gaduhnya berita Risma.

Terutama kalangan politisi dan pengamat oposan. Mereka membangun narasi dan mendegradasi sosok Bu Risma dengan tuduhan pencitraan. Mereka menuduh apa yang dilakukan Bu Risma bukan tugasnya sebagai menteri sosial, agenda setting, ambisi politik, atau apapun tuduhan yang tak berdasar.

Bahkan isu blusukan ke kantong kemiskinan dengan tuduhan pencitraan diperdebatkan melalui media massa.

Dalam membaca fenomena blusukan Bu Risma dan hujatan yang dialaminya, penulis mempunyai dua kacamata untuk melihatnya.

Pertama, para penghujatnya adalah orang yang biasa hidup dalam lingkungan dan budaya kepura-puraan dan kemunafikan. Sehingga setiap kali ia melihat orang melakukan sesuatu yang bermanfaat dan diapresiasi publik dengan pemberitaan massif di media, dianggapnya sebagai kepuraan-puraan atau pencitraan. Karena si penghujat ini juga biasa hidup di lingkungan kepura-puraan.

Kedua, para penghujatnya adalah orang dengan karakter status quo, linier dan tidak suka perubahan. Bagi dirinya hidup itu harus begini begitu sesuai kebiasaan dan pandangan menurut subyektivitas kebenaran versinya.

1. Kepura-Puraan

Penulis melihat kehidupan sosial politik di kota-kota besar saat ini mulai dirasuki virus kepura-puraan, kemunafikan, fitnah dan suka menghujat. Manusia dengan karakter ini selalu memandang orang lain dengan penuh kecurigaan. Seolah mirip dirinya yang diwarnai lingkungan munafik, penuh kepura-puraan. Ia suka membangun narasi bahwa ia orang benar yang punya hak menghakimi orang lain sebagai salah.

Sehingga keluguan dan ketulusan Bu Risma pun tak luput menjadi korban bully dari orang yang sudah terkontaminasi virus kemunafikan dan kepura-puraan dalam kehidupan politik dan perkotaan. Orang yang selalu ikut mengurusi dan membuat penilaian terhadap niat baik dan aktivitas orang lain sebagai keburukan atau pencitraan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: