Dirut PLN Akui Sering Main Golf dengan Mensos

Direktur Utama PT PLN Persero Sofyan Basir (ist)

EDITOR.ID, Jakarta,- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan kasus suap Proyek PLTU Riau-1. Setelah memeriksa tersangka Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Resources Limited Johannes B Kotjo, KPK kini mengembangkan kasusnya ke “atas” dengan memeriksa saksi Menteri Sosial Idrus Marham yang juga mantan Sekjen Partai Golkar dan Dirut PLN Sofyan Basir.

Dihadapan penyidik KPK, Sofyan Basir mengaku kerap bertemu dengan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham. Pengakuan ini disampaikan Sofyan usai diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (20/7/2018).

Sofyan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 yang menjerat Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Resources Limited Johannes B Kotjo.

Usai diperiksa, Sofyan mengaku kerap bertemu Idrus di DPR. Padahal Sofyan yang juga mantan Dirut BRI baru menjabat sebagai dirut PLN pada 2014.

Sementara Idrus sudah berhenti sebagai anggota DPR sejak 2009 atau setelah menjabat sebagai Sekjen Partai Golkar. “(Bertemu Idrus) Di DPR, iyalah,” kata Sofyan usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/7/2018).

Tak hanya bertemu di DPR, Sofyan juga mengaku kerap bertemu dengan Idrus dalam suasana informal. Pertemuan keduanya kerap terjadi saat mereka main golf di lapangan golf. “Main golf,” jawab Sofyan singkat.

Sofyan pun mengaku mengenal Eni. Keduanya kerap bertemu di DPR. Tak hanya itu, Sofyan juga mengaku mengenal Johannes. “Pengusaha kenal,” katanya.

Meski demikian, Sofyan membantah rumahnya menjadi tempat pertemuan Eni dan Johannes serta sejumlah pihak lain terkait proyek PLTU Riau-1. Sofyan meminta awak media untuk mengonfirmasinya kepada KPK. “Nggak ada, nggak tahu. Tanya penyidik, kita nggak berhak,” katanya.

Adanya dugaan pertemuan sejumlah pihak terkait proyek PLTU Riau-1 ini didalami tim penyidik dengan memeriksa Idrus Marham pada Kamis (19/7) kemarin. Tak hanya itu, dugaan pertemuan tersebut diperkuat dengan langkah tim penyidik menyita rekaman CCTV saat menggeledah rumah Sofyan Basir itu beberapa waktu lalu. Sofyan mengakui tim penyidik telah membawa rekaman CCTV di rumahnya. “(Rekaman CCTV) sudah dibawa (penyidik),” katanya.

Dalam pemeriksaan kali ini, Sofyan mengaku tim penyidik mencecarnya mengenai tugas, fungsi dan kewajibannya sebagai Dirut PLN. Termasuk juga mengenai kebijakan-kebijakan PLN. “Ditanya mengenai tugas saya, kewajiban saya, fungsi saya sesuai dengan fungsi dirut. Ya saya jelaskan yang masalah-masalah kebijakan dan lain sebagainya. Cukup detail, bagus sekali,” katanya.

Selain soal hubungannya dengan para pihak terkait dan tugasnya sebagai dirut PLN, pemeriksaan terhadap Sofyan ini dilakukan tim penyidik untuk mendalami skema kerja sama proyek PLTU Riau-1.

Diketahui, pengembangan proyek PLTU Riau-1 ini melalui penunjukan langsung kepada anak usaha PLN, PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB). Di mana PJB diberikan kewenangan untuk mencari mitra dalam pengerjaannya dengan kepemilikan mayoritas berada di tangan PJB 51 persen dan 49 persen sisanya dimiliki konsorsium PT Samantaka Batubara yang merupakan anak perusahaan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co., Ltd.

Sofyan menyatakan, proses penunjukan langsung konsorsium Blackgold Natural Resource dan China Huadian Engineering Co., Ltd sebagai penggarap proyek PLTU Riau-1 telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Memang itu ketentuannya,” katanya.

Sementara melalui surat yang ditulisnya dari balik sel tahanan, Eni mengaku kemampuan yang dimiliki PLN untuk proyek ini hanya sebesar 10 persen. Untuk menutupi kekurangannya menggunakan pinjaman dari pihak lain.

Dengan pernyataan Eni tersebut, tak tertutup kemungkinan Eni, Johannes dan sejumlah pihak lain kongkalikong untuk mencari suntikan dana agar PLN dapat memiliki 51 persen.

Dengan demikian, PLN melalui PT PJB dapat menunjuk langsung konsorsium Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co., Ltd sebagai mitra kerja dalam menggarap proyek PLTU Riau-1 sesuai aturan dalam Perpres nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

Diketahui, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes B. Kotjo sebagai tersangka suap, Sabtu (14/7). Penetapan ini dilakukan KPK setelah memeriksa intensif sejumlah pihak yang ditangkap dalam OTT pada Jumat (13/7).

Eni diduga telah menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Johannes terkait proyek pembangkit listrik 35.000 Megawatt. Diduga uang itu merupakan komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan Johannes kepada Eni terkait kesepakatan kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1.

Uang Rp 500 juta ini bukan suap yang pertama kali diterima Eni dari Johannes. KPK menduga, uang ratusan juta rupiah itu merupakan pemberian keempat dari Johannes untuk Eni. Sebelumnya, Eni telah menerima suap dengan rincian Rp 2 miliar pada Desember 2017, Rp2 miliar pada Maret 2018 dan Rp 300 juta pada 8 Juni 2018. Dengan demikian, total uang suap yang diterima Eni dari proyek ini mencapai Rp 4,8 miliar.

Eni diduga berperan sebagai pihak yang memuluskan jalan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited, milik Johannes untuk menggarap proyek pembangunan PLTU Riau-1. Proyek ini digarap oleh PT Pembangkitan Jawa-Bali dan PT PLN Batubara dengan mitra kerja konsorsium yang terdiri dari BlackGold, dan China Huadian Engineering Co., Ltd. (CHEC).

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Eni selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto 64 ayat (1) KUHP.

Sementara Johannes selaku pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: