Prostitusi dan Kapitalisme

EDITOR.ID – Surabaya, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat FISIP Universitas Airlangga, menyelenggarakan Diskusi Publik Perempuan yang Dilacurkan dengan thema “Menilik Prostitusi dan Perempuan di Indonesia” secara daring.

Diskusi kali ini menghadirkan narasumber : 1) Abdul Ghoni Muklas Ni’am (Komisi C DPRD Surabaya); 2) Dr. Siti Aminah, Dra., M.A. (Dosen FISIP Unair); dan 3) Suntiani (Organisasi Perubahan Sosial Indonesia Jatim) pada Minggu (7/3/2021).

prostitusi dan kapitalisme 2
prostitusi dan kapitalisme 2

Prostitusi atau juga bisa disebut dengan pelacuran secara umum merupakan praktik hubungan seksual sesaat, yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja dengan imbalan berupa uang.

Dunia pelacuran ini kemudian sangat menarik untuk dikaji dari berbagai sudut pandang mulai dari pemegang kebijakan, akademisi, juga praktisi.

“Prostitusi sendiri merupakan permasalahan pendidikan, psikologis, ekonomi, sekaligus juga politik. Keterlibatan peran oleh seluruh elemen masyarakat itu sangat penting sebab dampak-dampak ekonomi di sana hidup tumbuh kembang”, ucap Pak Abdul Ghoni Muklas Ni’am.

Begitulah sudut pandang pengamatannya berkaca dari kebijakan lokalisasi prostitusi di Surabaya oleh dua pemimpin walikota sebelumnya.

“Ketika perempuan masuk dalam prostitusi yang mana adalah bagian dari kapitalisme maka dia sudah masuk dalam mekanisme pasar dan alasan kebanyakan masuk ke prostitusi adalah untuk bertahan hidup. Dalam sejarah pelacuran itu pun tak lepas dari perbudakan”, ujar Aminah seorang akademisi FISIP Unair.

Pembahasan lanjutannya yakni karakter prostitusi itu mencakup unsur rasial, gender, kapitalisasi dan kemudian berdampak pada tubuh perempuan dalam keditaktoran kapitalis dan pemegang modal yang tidak lepas dari pengaruh patriarki.

Prostitusi dan kapitalisme memiliki hubungan yang erat yang membuat perempuan sulit memperoleh kesetaraan dan keadilan.

Selaras dengan apa yang dipaparkan oleh dua narasumber sebelumnya, Suntiani yang tergabung dalam jaringan Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) Jatim ini menjelaskan terkait organisasinya itu yang mewadahi pekerja seks yang ada di Indonesia .

“OPSI merupakan jaringan nasional pekerja seks yang terdiri dari pekerja seks perempuan, laki-laki dan transgender. Tujuannya untuk melakukan pemberdayaan kesehatan dan pendampingan pekerja seks ketika terjadi pelanggaran HAM”, jelas Suntiani dari OPSI Jatim.

Ia pun juga memaparkan bahwa prostitusi pun tidak sama dengan lokalisasi. Prostitusi bisa hadir dimana saja tanpa adanya lokalisasi yang tidak akan hilang bahkan bisa berubah bentuk menjadi online.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: