EDITOR.ID, Jakarta,- Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Granat Komjen Pol Purn Drs Togar M Sianipar M.Si punya resep jitu bagaimana program mencegah adanya masyarakat Aceh menanam ganja. Terutama terkait Program Alternative yang saat ini digalakkan pemerintah.
Menurut Jenderal Togar, kunci keberhasilan pelaksanaan Program Alternative Development di Aceh bisa berjalan dengan baik jika dilakukan dengan sistem pengorganisasian yang terencana dengan arah yang jelas. Harus ada keselarasan antara Pemerintah Pusat dan Daerah untuk sama-sama membangun Aceh dengan melibatkan masyarakat secara aktif.
Demikian disampaikan Komjen Pol Purn Drs Togar M Sianipar M.Si yang juga Plh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Granat dalam diskusi di Webinar Series yang diselenggarakan DPP Granat bekerjasama dengan Universitas Bhayangkara Jakarta, Kamis (13/8/2020)
Komjen Pol Togar Sianipar secara resmi membuka acara Webinar dengan Tema : “Sejauh Mana Pelaksanaan Program Alternative Development di Provinsi Aceh?” ini. Hadir sejumlah narasumber tokoh dan penggiat anti narkoba.
Diantaranya Komjen Pol Pur Ahwil Loetan. Beliau adalah Pembina Staf Ahli BNN.
Kemudian Irjen Pol Anjan Pramuka Putra yang menjabat sebagai Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat BNN. Brigjen Pol Drs Krisno Halomoan Siregar Sik yang menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Bareskrim Mabes Polri. Dan Dr Khairan MSi. Beliau adalah Pemerhati Program Alternative Program Aceh.
Program Alternative Development, menurut Jenderal Togar Sianipar, sebagai salah satu solusi untuk mempersempit kegiatan masyarakat di Aceh terkait penanaman ganja.
“Bagaimana memberdayakan masyarakat Aceh dalam meningkatkan kesejahteraan mereka dalam kegiatan ekonomi yang lebih terukur dan terencana,” ujar Jenderal bintang tiga.
Togar meminta Badan Narkotika Nasional (BNN) melibatkan masyarakat Aceh sebagai pelaku utama dalam Program Alternative Development. Jika ingin program ini bisa menyentuh rakyat di Propinsi Serambi Makkah itu.
Pasalnya, jika program tersebut hanya bersifat formalitas yang pelaksanaannya didominasi pemerintah maka program ini tak akan mampu menuntaskan masalah peredaran Narkoba di Indonesia.
Sementara itu narasumber Komjen Pol Purn Jenderal Ahwil Loetan dalam paparannya mengkritik dan memberi masukan terkait pelaksanaan Program Alternative Development di Indonesia.
“Program AD ini harus dilakukan dengan 4 hal, yakni Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan dan Kepemimpinan,” ujarnya dalam paparan di Webinar.
Hal pertama Perencanaan. Menurut Ahwil sebelum program AD dijalankan, tim harus melakukan surveilance. Dimana lokasi ladang ganja, siapa yang memiliki dan mendanai, kemana ganja dipasarkan.
Tim juga harus melakukan perencanaan atau forecast. Dalam hal ini tim harus bekerja dengan data. “Kita bisa belajar dari negara Thailand yang baru bisa mengendalikan peredaran narkoba setelah 30 tahun mereka bekerja dalam sistem Alternative Development,” papar Ahwil Loetan.
Oleh karena itu, lanjut Ahwil Loetan, dibutuhkan perencanaan jangka panjang.
“Negara Thailand butuh waktu 30 tahun menghancurkan jaringan narkoba, artinya kita butuh 30 tahun untuk membebaskan bangsa ini dari cengkeraman narkoba,” papar Jenderal Bintang Tiga yang baru saja menerima penghargaan Medali Kepeloporan dari Presiden Joko Widodo dalam rangka Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) ke-75.

Sebelum menjalankan Program Alternative Development (AD), maka tim harus melakukan pemetaan dan forecast berdasarkan data. “Bagaimana mengumpulkan data di Aceh tentang kondisi geografis, sosio kultural, kondisi masyarakat dan kenapa ladang ganja di Aceh tetap ada dan terus ada, semua data harus kita dapatkan dulu,” kata mantan Kepala BNN Pertama ini.
“Kita memang harus mendengar langsung dari masyarakat di Aceh, apa yang menjadi masalah disana sebagai sumber penyebab mereka menanam ganja disana,” tambah Ahwil Loetan.
Yang kedua, lanjut Ahwil Loethan, adalah pengorganisasian. “Semua lintas aparat Pusat dan daerah, kemudian antar lembaga, harus punya visi yang sama untuk menuntaskan masalah ganja di Aceh jangan ada ego sektoral,” kata Ahwil.
Yang ketiga, terkait Pelaksanaan. Ahwil Loetan menyarankan kepada BNN atau instansi yang menjalankan Alternative Development untuk melibatkan partisipasi dari masyarakat di Aceh sebagai pemilik program ini.
Jangan sampai program AD hanya program formalitas dari BNN atau instansi pemerintah tanpa mengajak atau melibatkan masyarakat sebagai pelaku dalam program ini.
“Perlu pengalaman dan pengetahuan dari pelaksana Program untuk bagaimana bisa memotivasi dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan dan pemberdayaan ekonomi di daerah yang selama ini menjadi target atau daerah operasi ladang ganja,” kata Mantan Duta Besar Meksiko ini.
Yang keempat masalah Kepemimpinan. “Dibutuhkan sosok pemimpin yang memiliki strong leadership yang bisa menggerakan sumber daya dan aparat agar bisa meraih keberhasilan program AD ini,” papar Ahwil.
“Program AD jangka panjang yang harus disiapkan jangka panjang adalah partisipasi aktif dari seluruh masyarakat yang terlibat, bahwa program ini bukan milik pemerintah tapi milik masyarakat secara keseluruhan. Melibatkan masyarakat sebagai pemilik lahan yang bisa bermanfaat buat mereka,” tutur Ketua Dewan Penasehat Granat ini.
Pemerintah, lanjut Ahwil hanya memfasilitasi saja program ini agar bisa berjalan.
Dalam diskusi Webinar ini Ahwil menyimpulkan perlu adanya upaya kembali menjalin kerjasama secara internasional dengan negara yang telah berhasil menjalankan pemberantasan Narkoba di sebuah negara. Misalnya negara Thailand yang telah berhasil menangani kasus narkoba dalam 30 tahun.
Kesimpulan kedua adalah adanya pembagian kerja yang jelas antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. “Harus ada kekompakan dan keselarasan antara pemerintah pusat dan daerah, jangan ego merasa ini wilayah adalah daerah kekuasaan mereka sehingga mereka yang paling tahu soal program,” kata Ahwil.
Apalagi kini BNN sudah membentuk organisasi Direktorat Pemberdayaan Alternatif Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat BNN. “Seharusnya BNN lebih cepat dan lebih kencang dalam membantu alternatif penuntasan narkoba,” katanya.
Penggiat Anti Narkoba Asri Hadi Komentari Webinar
Penggiat Anti Narkoba Asri Hadi mengungkapkan sosok Ahwil Loethan dalam diskusi ini punya gagasan brilian soal penanganan ganja di Aceh agar bisa ditekan melalui program Alternative Development.

Pasalnya, Asri Hadi yang juga Wakil Ketua Sekjen Konsorsium LSM Bersama paham betul bahwa fungsi ladang ganja di Aceh dilakukan sejak jaman Komjen Pol Ahwil Lutan menjadi Kepala BNN pertama, yang saat itu masih bernama BKNN.
“Pak Ahwil melihat permasalahan penanaman ganja di Aceh, bisa diselesaikan lewat Grand Design Alternative Development (GDAD),” ujar Dosen Senior IPDN ini
Saat masih menjabat Kepala BNN dan menjalankan Program Pemberantasan Narkoba, Ahwil Loethan juga jago dalam menjalin kerjasama dengan lembaga anti narkoba internasional. “Beliau gigih melobi pimpinan UNODC, kemudian selanjutnya berusaha menjadikan Pemprov, Pemda, serta dunia usaha dan komponen bangsa diajak melakukan sinergi,” kata Asri.
Dalam kesaksian Asri Hadi, rekan jurnalis dan beberapa LSM sempat diajak Ahwil Loethan sebagai pimpinan project di Aceh, melihat langsung proyek yang direkomendasi UNODC di Thailand, untuk studi kelayakan ke Agrowisata di Doi Tung.
Asri Hadi yang sama-sama Ahwil Loethan mendirikan Majalah HealthNews (majalah yang direkomendasikan UNODC sebagai media agains drugs pertama dari Indonesia) bahkan mengirim jurnalisnya, untuk ikut meliput juga ke Golden Triangle, kawasan perbatasan Thailand, Myanmar, dan Laos, yang sempat populer sebagai jalur perdagangan opium pada tahun 1950-an.
Daerah perbatasan yang rawan konflik dan menjadi tempat pelarian para pengungsi dari Myanmar dan China. Merupakan jalur emas penjualan opium di masa lampau. (tim)