Kepemimpinan di Masa Darurat

img 20210724 175030

Oleh: Kristiya Kartika*

img 20210524 132336
DR. KRISTIYA KARTIKA, M.SI, M.KOM

INTERPRETASI atas terminologi ?darurat? bisa memiliki makna multi dimensional. Darurat bisa dikaitkan dengan langkah-langkah penting dan mendasar yang perlu diambil untuk mengatasi secara cepat keadaan tertentu.

Darurat juga bisa dimaknakan, karena keadaan sedang memasuki era ?rawan?, maka diberikan wewenang kepada pihak tertentu untuk mengambil langkah apapun, termasuk langkah yang bertentangan dengan tradisi, kebiasaan, proses formal dan prosedur yang biasanya digunakan. Lebih berorientasi kepada pentingnya menjaga ?keselamatan?, sebuah komunitas kemanusiaan atau lainnya yang strategis dibandingkan dengan harus memenuhi formalitas dan prosedur yang ada.

Ilustrasinya, Jika sebuah Negara tertentu dinyatakan dalam kondisi darurat, maka Pejabat tertentu (Misalnya Presiden, atau Tiga Menteri terkait) berhak mengambil keputusan-keputusan atau langkah-langkah yang mungkin bisa berbeda dengan kebiasaan sebelumnya, karena harus segera diambil langkah penyelamatan. Misalnya, Negara diserang militer Negara lain.

Jadi terminologi ?darurat? memang bisa berwujud didalam sebuah kondisi yang berdimensi ?luar biasa?.
Itulah barangkali yang menyebabkan topik darurat menjadi materi menarik dalam diskusi akhir-akhir ini baik di media resmi maupun media sosial.

Atas dasar masih aktualnya topik tersebut, meskipun terminologi ?PPKM Darurat? sudah diganti menjadi ?PPKM Level 4?, tulisan ini masih menggunakan terminologi judul Darurat. Karena sesungguhnya kondisi yang ada kini dan mendatang masih memiliki dimensi darurat.

Namun demikian terminologi ?darurat? yang disertakan dalam PPKM saat ini masih memiliki dimensi berbeda dengan terminologi ?Darurat? Negara dan lainnya. Penegakan hukum tetap berlaku.

DIANTARA Juni sampai dengan jelang pertengahan Juli 2021, pelanggaran PPKM di Jakarta meski jumlahnya alami penurunan tetapi jumlahnya masih cukup tinggi. Setelah PPKM darurat diberlakukan, mobilitas masyarakat yang dikembalikan, dalam arti diminta berputar balik, sebesar 231.430 motor dan 87.349 Mobil. Begitu juga pelanggaran ketentuan/protokol kesehatan meningkat. Ditambah dengan fakta-fakta lain yang ada, substansinya bahwa pelanggaran atas ketentuan Pemerintah yang bertujuan untuk penyelamatan masyarakat cenderung semakin besar. Dalam bahasa yang agak didramatisir, perilaku masyarakat yang berlawanan makin meningkat, meski PPKM sudah di beri tekanan darurat.

Jika dikaji dari sudut kualitas langkah yang diambil oleh Pemerintah, lahir opini bahwa Pemerintah dalam penyelamatan masyarakat khususnya dari aspek kesehatan (lebih khusus lagi dari infeksi virus COVID-19), kurang menseimbangkan dengan kerugian sosial-ekonomi masyarakat. Dari dimensi lain, Pemerintah bisa dianggap kurang peka dalam mengantisipasi perilaku kurang baik atas pemanfaatan Bisnis tidak fair pada suasana seperti ini. Khususnya berkaitan dengan komersialisasi obat-obatan, pemanfaatan hotel-hotel berbintang sebagai tempat isolasi/karantina para penumpang pesawat terbang yang masuk Indonesia baik dari Negara lain maupun domestik, dengan tarif yg mahal.

Juga perilaku bisnis yang kurang etis dari para Pengusaha/Manajemen Rumah Sakit dengan membuat ketentuan bahwa untuk bisa bertemu dengan dokter saja setiap pasien harus dites Antigen berbayar terlebih dahulu. Begitu juga, masih disorotnya oleh masyarakat beroperasinya laboratorium yang masih memungkinkan ?memainkan? hasil tes baik Antigen maupun PCR.

DARI fenomena-fenomena diatas, memang diperlukan perilaku lebih bijaksana tapi tegas dari Pemerintah. Misalnya, dana bansos jangan tertunda. Approach/pendekatan pribadi para Petugas dilapangan juga perlu di tingkatkan kualitasnya. Misalnya, sebagai sesama orang Timur dalam menegur atau menghukum atas ketidakdisplinan warga masyarakat atas Prokes, harus dengan cara sopan, menghargai serta ramah. Meski ketegasan demi kepentingan kemanusiaan yang lebih besar tetap ditegakkan.

Disisi lain, yang sudah menjadi rahasia umum, masih ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi dan kondisi aktual dengan memanfaatkan lahirnya konflik sosial dan politik melalui media sosial dan lainnya.
Kepemimpinan di tengah-tengah masyarakat oleh Ketua RT/RW maupun tokoh masyarakat, included Pemuka Agama, juga besar pengaruhnya atas terbentuknya moralitas masyarakat dalam bersikap akomodatif atau melawan Prokes Dan ketentuan-ketentuan Pemerintah lainnya, baik Pejabat terkait maupun Satgas COVID-19.

Jadi harus ada balancing (keseimbangan) sikap dan kebijakan diantara kepemimpinan (leadership) yang dimiliki Pemerintah maupun kepemimpinan di Masyarakat. Akomodasi berbagai kebijakan antara dua elemen strategis tersebut sangat menentukan sikap masyarakat untuk mensukseskan upaya melawan pandemi COVID-19.

ARIEF BUDIMAN, Sosiolog yang pernah aktif mengajar di UKSW Salatiga dan Guru Besar di Universitas Melbourne, juga Mantan aktivis demonstran pernah menggarisbawahi salah satu pemikiran yang ditulis oleh Daniel Bell tentang peran teknokrat dalam diskusi di Kompas beberapa waktu lalu.

Arief Budiman pernah menyampaikan kajian yang intinya bahwa dalam memikirkan serta membangun masa depan masyarakat, penting untuk tidak menggunakan pemikiran dan pembicaraan yang kerap digunakan Teknokrat. Jangan menggunakan teori atau pemikiran yang utamakan perspektif ?model? tapi harus berdasarkan perspektif ?peta?.

Secara substansial dikatakannya, perspektif ?model? adalah sebuah bangunan teori umum yang tidak kontekstual.

Pemikiran berdasarkan ?model? tidak memberi petunjuk apa yang harus kita buat, karena hanya menyatakan bahwa hal tertentu terjadi jika kondisi-kondisi dalam masyarakat terpenuhi. Padahal kondisi-kondisi riil kemasyarakatan antar Negara atau antar wilayah berbeda.

Sedangkan perspektif ?peta? memberi petunjuk tentang apa yang harus kita buat, sebab ?peta? bersifat kontekstual. Pada dasarnya ?peta? menjelaskan realitas yang ada. Misalnya kita harus membangun jembatan di lokasi tertentu karena disana terdapat sungai. Dengan demikian peta menggambarkan keadaan yang nyata dan asumsi-asumsi yang membumi.

Teori atau pemikiran berdasarkan ?peta? yang mencerminkan realitas kondisi dan kebutuhan masyarakat seperti di atas inilah yang seharusnya juga menjadi tesis dalam praktek kepemimpinan di era pandemi COVID-19. Baik kepemimpinan dalam scope pemerintahan (pusat/daerah) maupun dalam skope kemasyarakatan.

Memahami kondisi riil yang dialami masyarakat dan kebutuhan apa yang diperlukan masyarakat saat diberlakukan kondisi darurat sewajarnya telah menjadi agenda kongkrit kepemimpinan di level state maupun society. Metoda yang dipakai bisa langsung bersentuhan dengan pemimpin-pemimpin informal kemasyarakatan maupun agama serta budaya. Atau juga memanfaatkan Informasi akurat dari Pimpinan Daerah.

Dan adalah wajar jika state leadership dan society leadership menguasai kondisi riil hari ini dan kebutuhan riil kedepan masyarakat yang bisa dibangun, agar masyarakat tetap sehat juga tidak terjerat dalam kemiskinan di era pandemi.

Kondisi apapun yang terjadi kepemimpinan yang gunakan pendekatan pemikiran maupun teori ?peta? lebih tepat untuk mengantisipasi keadaan.

Dengan demikian saat pandemi ini menyerang Indonesia, paling tidak Pemerintah sudah memiliki data-data akurat potensi rumah sakit diseluruh Indonesia untuk menampung pasien; juga memiliki data lengkap tentang kesiapan Dokter dan Tenaga Medis; data-data akurat potensi industri obat serta potensi penyebarannya yang merata. Sehingga tatkala Pandemi datang, bangsa ini telah siap minimal yang berkaitan langsung dengan aspek kesehatan. Bersamaan dengan itu, tetap mempertahankan kondisi ekonomi yang pro-rakyat.

Bukan sekedar memanfaatkan kekurangan atau kelemahan penanganannya, demi kepentingan lain. Kebersamaan Dan kebutuhan tekad semua elemen bangsa ini untuk mengatasi serbuan Pandemi, merupakan prasyarat utama !!


*). Kristiya Kartika, Mantan Ketua Presidium GMNI dan mantan pengurus DPP PDIP. Pendidikan terakhir, lulus program Doktor Manajemen Bisnis San Beda University, Manila, Philippina (2009). Pernah menjadi anggota Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) dan Wakil Ketua Tim Konsultansi Pembangunan pada Kantor Menteri Muda Pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Kini Team Kerja Menteri PAN-RB RI, dan Pemerhati Independen masalah Ekonomi, Politik, Sosial, Reformasi Birokrasi serta Pembangunan Nasional. (dq)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: