Ayo Bikin Jurnal! Dosen dan Guru Besar Jangan Hanya Sibuk Urusi Tunjangan

Ilustrasi

EDITOR.ID, Jakarta,- Pengamat pendidikan Abadi Ika Setiawan mengaku prihatin dengan kualitas pendidikan di Indonesia terus kian menurun. Di level dunia, ranking perguruan tinggi tanah air terus merosot kalah dengan tetangga terdekat Malaysia dan Singapura. Penyebabnya, mental dosen dan guru besar yang hanya sibuk memikirkan status dan tunjangan.

“Harus ada evaluasi dan seleksi yang ketat terhadap tenaga pengajar agar mereka memenuhi kualifikasi dalam keilmuan dan semangat untuk terus melakukan penelitian,” papar pria yang juga praktisi pendidikan Tinggi ini di Jakarta, Kamis (23/8/2018)

Menurut Abadi, belakangan ini banyak tenaga akademis yang malas untuk melakukan riset dan membuat jurnal ilmiah di level internasional. “Ini yang harus diperhatikan pemerintah kenapa bisa terjadi, karena jika tenaga pengajar kita tidak kualified dan malas untuk melakukan penelitian dan membuat tulisan ilmiah bagaimana ia bisa meng update keilmuannya,” papar Abadi.

Sebelumnya Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir kembali meminta para dosen dan guru besar untuk ikut memikirkan bagaimana perguruan tinggi bisa masuk rangking kelas dunia. Salah satu caranya dengan rajin membuat jurnal yang terpublikasi internasional.

“Dulu awal saya menjadi menteri sedih melihat posisi perguruan tinggi kita yang masuk rangking dunia hanya tiga universitas padahal ada 4.579 PT tersebar di Indonesia,” kata Menteri Mohamad Nasir saat membuka Simposium Cendekia Kelas Dunia di Jakarta, Senin (13/8/2018) silam.

Sementara jumlah publikasi internasional hanya 5.400 judul dari 267 ribuan dosen. Dari jumlah dosen itu, guru besar ada 5.400 tapi publikasinya kurang dari 1.299 judul.

Lektor kepala 32 ribuan sehingga total guru besar/profesor ada 37 ribu. Dari sini menurut Nasir, ketahuan tunjangan dosen tidak signifikan dengan jumlah publikasi.

“Dosen dan guru besar jangan hanya sibuk urus tunjangan tapi tidak memikirkan kualitas PT. Negara lain perkembangannya signifikan, Indonesia masih jalan di tempat,” ucapnya.

Mindset dosen dan guru besar, lanjut Nasir harus diubah. Dosen tak sekadar mengajar dan memberikan tugas kepada mahasiswa tapi harus membuat riset serta publikasi internasional. Dengan makin banyaknya publikasi internasional, akan memudahkan jalan menuju world class university.

“Akhir 2018, saya targetkan 30 ribu judul publikasi internasional makanya ada program diaspora ini agar dosen dalam negeri bisa kolaborasi dengan para diaspora,” ucapnya.

Dia berharap dengan kehadiran para diaspora bisa saling share pengalaman. Para dosen dalam negeri diminta memanfaatkan kehadiran para diaspora untuk menambah pengalaman.

Pada kesempatan sama, Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID) Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti mengungkapkan, tahun ini ada 47 diaspora yang kembali ke Indonesia.

Mereka akan disebar di 55 perguruan tinggi. Dengan sharing pengalaman ini diharapkan ada peningkatan kualitas perguruan tinggi Indonesia khususnya 55 PT. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: