Waduh Koruptor Gunakan Artis Berinisial “P” Buat Cuci Uang, Modusnya Endorse, Total Nilainya Rp4,4 Triliun

Mereka memasukkan aliran dana dengan cara seolah membayar jasa endorse. Jika ditotal sejak artis berinisial "P" ini diduga terlibat dalam bisnis pencucian uang pada 2019, maka sudah terkumpul total dana Rp4,4 Triliun.

Jakarta, EDITOR.ID,- Para koruptor pemburu uang komisi dan suap kini menggunakan artis sebagai “penampung” setoran aliran dana dari penyuap. Belakangan oknum pejabat mulai menyasar kalangan public figur dan artis untuk menjalankan kejahatan money laundry atau pencucian uang.

Kabar terbaru terungkap seorang artis wanita berinisial “P” diduga digunakan oknum pejabat daerah sebagai tempat penampung kejahatan pencucian uang. Gak main-main! nilainya sangat fantastis.

Mereka memasukkan aliran dana dengan cara seolah membayar jasa endorse. Jika ditotal sejak artis berinisial “P” ini diduga terlibat dalam bisnis pencucian uang pada 2019, maka sudah terkumpul total dana Rp4,4 Triliun.

Temuan mengejutkan ini disampaikan Iskandar Sitorus, selaku Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW).

“Kami harapkan agar Mbak P, inisial P, tidak lagi meneruskan pola-pola demikian (pencucian uang) supaya tidak sukses orang-orang jahat ini mencuci uang hitamnya menjadi putih,” ujar Iskandar, dikutip dari YouTube Cumicumi, Kamis (23/3/2023).

Lebih lanjut, Iskandar menyebut modus pencucian uang dengan melibatkan artis dilakukan dengan berlindung seolah endorse bisnis.

“Mereka ini (pelaku pencucian uang) cenderung menggunakan para bintang atau public figure atau selebriti atau apapun namanya untuk mengendorse produk-produk mereka, mengendorse bisnis-bisnis yang selama ini dikategorikan meneruskan bisnis hitam untuk menjadi putih,” paparnya.

Lalu, bisnis apa saja yang dimaksud? Pihaknya lanjut Sitorus, menemukan ada satu perusahaan 100 persen sahamnya milik pemerintah provinsi. kemudian bank-bank daerah yang ada di Indonesia mengalirkan dana yang disebutnya komisi. Nilainya lebih besar dari laba selama 2018 hingga 2022.

“Pembayaran komisi ini diterima menurut catatan di perusahaan tersebut peruntukkannya adalah untuk para gubernur pada periode 2018 sampai 2022,” lanjutnya.

Namun setelah ditelusuri, skema pembagian komisi perusahaan tersebut cukup unik. Selama periode lima tahun, IAW menemukan dana sebesar Rp4,405 triliun yang diberikan sebagai komisi.

Menurut Iskandar Sitorus, ada manajemen yang keliru dalam perusahaan tersebut, dimana komisi yang diberikan lebih besar daripada laba perusahaan.

“Uniknya, perusahaan ini untungnya contoh Rp100 miliar tetapi komisi pihak pemerintah daerah itu rata-rata Rp700 miliar. Jadi setelah akumulasi lima tahun kami menemukan angka Rp4,405 triliun yang diberikan sebagai biaya komisi,” terang Sitorus.

“Kami lihat ketidakbaikan atau maladministrasi atau manajemen yang keliru pada perusahaan tersebut,” lanjutnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: