Oleh : Dr Anang Iskandar SIK, SH, MH
Penulis : Ahli Hukum Narkotika.
Ada yang salah dalam menterjemahkan Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Banyak hakim yang memaksakan vonis penjara kepada korban nakotika atau penyalahguna narkotika. Padahal Undang-Undang tersebut dilahirkan untuk tujuan hukum mencegah, mengurangi dan menyembuhkan para pecandu narkotika agar barang haram ini tak lagi laku di Indonesia.
Namun anehnya hakim justru lebih suka menjebloskan penyalahguna atau pecandu narkotika ke penjara. Mengirim mereka ke penjara yang berdampak para pecandu narkotika akan menemukan kembali “lingkungannya” bergaul dengan napi pengedar narkoba. Maka tujuan hukum dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tidak akan tercapai. Karena pecandu yang seharusnya disembuhkan dan diobati justru dikirim ke lingkungannya lagi.
Dalam hal ini banyak contoh kasus. Yakni kasus narkotika yang dialami mantan aktor era tahun 90-an, Ibra Azhari. Hakim sudah enam kali bolak balik menjatuhkan hukuman penjara kepada mantan aktor Ibra Azhari dalam kasus yang sama, penyalahgunaan narkotika.
Semua hakim kompak menjatuhkan pidana penjara kepada Ibra Azhari dalam enam kasus penggunaan narkotika untuk diri sendiri. Hukuman hakim bukan rehabilitasi untuk menyembuhkan Ibra Azhari. Namun apa yang terjadi? Apakah putusan penjara yang dijatuhkan hakim akan membuat Ibra Azhari akan sembuh dari ketergantungan narkotika.
Harapan penulis kapan hakim Mahkamah Agung mulai sadar untuk bisa mewujudkan keadilan rehabilitatif. Bukan justru putusan yang “menjerumuskan” pecandu narkotika makin sakau dengan narkotika. Karena dipenjara, ia akan berhubungan dengan napi pengedar narkoba.
Seharusnya hakim di MA membuat putusan untuk merehabilitasi pecandu narkotika ke rumah sakit ketergantungan obat (RSKO) agar hukum memberikan manfaat menyembuhkan para pecandu narkoba dari ketergantungan dan sasaran obyek peredaran narkotika.
Hakim rancu dalam memutus kejahatan yang dilakukan Ibra Ashari pada Kamis, 12 September 2024. Sesuai fakta persidangan seharusnya hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Ibra Ashari untuk menjalani rehabilitasi sesuai rencana perawatan berdasarkan hasil assesmen. Hukuman ini diputuskan karena Ibra terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah sebagai penyalah guna narkotika bagi diri sendiri karena memiliki dan menguasai narkotika golongan I bukan tanaman.
Tetapi anehnya hakim justru memutus secara sah dan meyakinkan Ibra Ashari bersalah “secara bersama sama tanpa hak memiliki dan menguasai narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman” dan menjatuhkan pidana penjara selama 2,5 tahun dan denda sejumlah Rp 1 milyar.