1. Kembalikan Dana Reses
Pengembalian dana reses merupakan fenomena pertama kali dalam sejarah dimana partai politik mengembalikan kelebihan dana reses kepada negara. PSI berprinsip anggaran harus tepat guna dan tepat sasaran. Jika terdapat serapan yang tidak maksimal, akan dikembalikan kepada negara.
Politisi PSI di DPRD DKI Jakarta mengembalikan dana reses sebesar Rp 752 juta dari anggaran reses yang diterima sebesar Rp. 2,44Miliar.
Reses adalah tanggung jawab anggota dewan untuk menyerap aspirasi masyarakat. PSI berkomitmen untuk mengoptimalkan masa reses ini dan mengawal proses reses sampai tercipta dampak dari penyampaian aspirasi yang disampaikan dalam proses reses.
Aspirasi yang terserap dalam reses akan masuk ke dalam bank data aspirasi PSI dan akan diperjuangkan dalam satu periode ke depan. Dalam satu tahun pertama menjabat, DPRD DKI Jakarta telah melaksanakan tiga kali reses: reses periode I tahun 2019, reses periode I tahun 2020, reses periode II tahun 2020 yang sedang berjalan saat ini dari tanggal 3-19 Agustus 2020
Reses PSI Jakarta periode I tahun 2019
Keterjangkauan Pelaksanaan
Reses Fraksi PSI
Jakarta Pusat 16 titik
Jakarta Selatan 32 titik
Jakarta Timur 16 titik
Jakarta Utara 22 titik
Jakarta Barat 16 titik
Kep. Seribu 0 titik
2. Kritisi Penggunaan e-Budgeting Pemprov DKI Jakarta
Kacaunya proses pembahasan APBD DKI Jakarta mendorong Fraksi PSI untuk mengevaluasi sistem e-budgeting.
Fraksi PSI mengkritik pemerintah provinsi DKI Jakarta bahwa pemprov setengah hati menggunakan e-budgeting. Manfaat e-budgeting hanya bisa dirasakan jika penggunaannya tepat dan maksimal. Selain itu, sistem e-budgeting yang baru bermasalah karena sistem membolehkan anggaran ‘gelondongan’.
Fraksi PSI menilai bahwa dengan eksekutif tidak transparan soal anggaran, tidak
hanya hak pengawasan dewan yang terenggut, tapi juga hak partisipasi masyarakat juga.
3. Penanganan Pandemi COVID-19 di DKI Jakarta
Fraksi PSI mengkritik penanganan COVID-19 di tingkat RT-RW yang tidak mempunyai SOP dan rantai komando yang jelas, antar-peraturan saling bertentangan, mengharapkan kompetensi terlalu besar pada pengurus RT dan RW, serta tidak ada keseragaman antar-kelurahan.
Saat masa kebijakan WPK/RT RW Merah (Wilayah Pengendalian Ketat), penanganan kembali dikritik karena tidak ada keseragaman antar-kelurahan (masing-masing lurah tergantung kebijakan Walikota).
4. Kritisi Kebijakan PSBB yang Salah
Fraksi PSI mengkritisi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang salah. Sebab selama periode PSBB, khususnya PSBB transisi pemprov DKI Jakarta gagal mendisiplinkan warga untuk mematuhi protokol kesehatan agar angka COVID-19 dapat ditekan, namun roda ekonomi tetap berjalan.