Jakarta, EDITOR.ID,- Politisi PDI Perjuangan di DPR Utut Adianto memimpin pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Anak buah Megawati ini dipercaya menjabat sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TNI di DPR.
Bahkan Utut Adianto membela habis-habisan RUU TNI didepan para aktivis yang menolak revisi UU TNI. Utut Adianto mengatakan bahwa revisi UU TNI telah memenuhi semua prosedur dan mekanisme.
Menyikapi hal ini Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani mengungkap alasan fraksinya terlibat dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Ia menyatakan, kehadiran fraksi PDIP dalam Panja RUU TNI untuk memastikan bahwa rancangan beleid tersebut benar-benar dibahas dengan sebaik-baiknya.
“Kehadiran PDIP justru untuk meluruskan jika kemudian ada hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang kami anggap tidak sesuai,” kata Puan di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/3).
Pasalnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pernah menyatakan tidak setuju dengan perubahan soal umur pensiun perwira di RUU TNI. Sebab, perubahan umur penisunan TNI diatur dalam pembahasan revisi Undang-Undang tersebut.
Ketua DPR RI itu pun menyatakan, saat ini RUU TNI masih dalam proses pembahasan di Panitia Kerja (Panja) antara DPR bersama Pemerintah.
“Nanti dalam keputusannya kita bisa lihat bersama dan itu sudah mendapatkan masukan dari seluruh elemen. Sudah dipanggil juga pihak-pihak untuk memberikan masukannya,” tegas Puan.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya memastikan, draf revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang beredar di masyarakat, berbeda dengan yang tengah dibahas oleh Komisi I DPR RI. Dasco menyatakan, panitia kerja (panja) Komisi I DPR RI saat ini hanya membahas tiga pasal dalam revisi UU TNI, Pasal 3, Pasal 53, dan Pasal 47.
“Kami cermati bahwa di publik, di media sosial itu beredar draf-draf yang berbeda dengan yang dibahas di Komisi I DPR RI,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/3).
Dasco mengungkapkan, revisi UU TNI difokuskan pada tiga pasal. Pertama, Pasal 3 mengenai kedudukan TNI.
“Jadi, ini sifatnya internal yaitu ayat satu misalnya dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer TNI berkedudukan di bawah Presiden. Itu tidak ada perubahan,” ucap Dasco.
“Kemudian ayat duanya kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis TNI itu berada di dalam koordinasi Kementerian Pertahanan,” sambungnya.
Sementara, Pasal 53 membahas soal usia pensiun yang mengacu pada Undang-Undang institusi lain. Ia tak memungkiri, ada kenaikan batas usia pensiun, atau bervariatif antara 55 tahun sampai dengan 62 tahun.
Kemudian, Pasal 47 yang membahas prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga. Ia menyebut, sebelum UU TNI direvisi prajurit militer dapat menduduki jabatan pada 10 kementerian/lembaga.
Kini, dalam revisi UU TNI terdapat penambahan. Ia mencontohkan, prajurit militer dalat menduduki posisi di Kejaksaan Agung, mengingat saat ini terdapat Jaksa Agung Tindak Pidana Militer (Jampidmil) yang berada di bawah Kejaksaan.
“Selain itu pada pasal 47 ayat 2 selain menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga sebagai mana dimaksud pada ayat 1 yang tadi saya sudah terangkan, prajurit dapat menduduki jabatan sipil lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif ke prajuritan,” pungkasnya.
Sebelumnya Ketua Komisi I DPR Utut Adianto mengungkapkan jika semua prosedur dan mekanisme hukum acara sudah terpenuhi, tak ada yang perlu diragukan dengan hasil yang telah disepakati dalam RUU TNI.
“Ketika hukum acara dan mekanisme semua sudah terpenuhi tentunya semuanya tidak ada yang bisa menjadi sesuatu yang saudara-saudara ragukan lagi,” kata Utut di kompleks parlemen, Senin (17/3).
Lebih lanjut anak buah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu menjelaskan pembahasan revisi UU TNI tidak didasarkan atas kepentingan segelintir orang maupun kelompok. Dia menilai kepentingan merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI itu hanya untuk Indonesia.
Utut berujar, negara selalu dijadikan orientasi utama dalam membuat undang-undang. “Buat golongan tertentu kah? Buat diri saya kah? Ini saya pastikan untuk Merah Putih,” katanya ditemui di sela-sela rapat pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta pada Sabtu (15/3/2025) silam.
Namun, menurut dia, keberpihakan atas implementasi undang-undang itu bisa saja berbeda di tiap-tiap orang. Keberpihakan itu, ujar dia, yang membuat adanya pro dan kontra terhadap pembahasan RUU TNI.
“Yang traumatis, pasti kontra. Tapi kalau kami melihat ke depan, dugaan saya ini (RUU TNI) oke,” ujar legislator dari fraksi PDI Perjuangan tersebut. (tim)