EDITOR.ID, Jakarta,- Sejumlah Pengajar dan Kalangan Civitas Akademika Universitas Indonesia (UI) menuntut klarifikasi dan permintaan maaf secara terbuka dan resmi dari Anggota DPR dari Fraksi PKS, Al Muzzammil Yusuf.
Pasalnya, politisi PKS ini dianggap telah menyebarkan fitnah dan character assassisnation (pembunuhan krakter) terhadap nama baik Universitas Indonesia.
Desakan ini dilayangkan dalam surat resmi dari 12 perwakilan pengajar UI yang disampaikan kepada Rektor UI Ari Kuncoro.
Surat ini dibuat 12 perwakilan dari sejumlah fakultas seperti Dr. Reni Suwarso, Ir. Wahyuni Pudjiastuti dan Nuri Suseno asal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Dr. Wilman Dahlan Mansoer dari Fakultas Psikologi, Dr. Rouli Anita Velentina, Kris Wijoyo Soepandji MPP, Dr. Agus Brotosusilo dan Dr. Yoni Agus Setyono dari Fakultas Hukum, Dr. Heriyanti O Untoro dan Dr. Tuty Nur Mutia dari Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Rr Dwinanti Rika Marthanty asal Fakultas Teknologi, serta Dra. Agnes Sri Poerbasari MA dari MPKT.
Tuntutan tersebut buntut dari paparan Al Muzzammil Yusuf berupa video bertajuk Kupas Tuntas: Pakta Integritas UI dan Pendidikan Sexual Consent. Dalam paparan ini Al Muzzammil dinilai telah mencoreng nama baik kampus UI dengan pernyataannya yang berbau fitnah soal dugaan kehidupan seks di kalangan mahasiswa.
“Selain itu, Civitas Akademika UI juga telah mengajukan surat kepada pimpinan DPR, pimpinan MPR, pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan pimpinan Fraksi PKS di DPR agar Al Muzzammil Yusuf diberhentikan sebagai anggota DPR secara tidak hormat,” kata Dosen Ilmu Politik FISIP UI Reni Suwarso, Minggu (20/9/2020).
Selain itu, Rektor UI juga diminta melaporkan Al Muzzammil Yusuf ke kepolisian atas konten videonya itu.
Direktur Institute for Democracy, Security and Strategic Studies itu menjelaskan, pihaknya juga berharap perbuatan Muzzammil dapat diproses hukum.
Sebab Muzzammil dianggap telah melanggar Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang (UU) 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah dengan UU 9/2016 tentang ITE.
Kasus tersebut berawal dari video “Kupas Tuntas: Pakta Integritas Universitas Indonesia & Pendidikan Sexual Consent” dengan pembicara tunggal Al Muzzammil Yusuf. Muzzammil.
Dalam video https://www.youtube.com/watch?v=J_yexntOWdE Kupas Tuntas: Pakta Integritas Universitas Indonesia dan Pendidikan Sexual Consent dengan pembicara tunggal Al Muzzammil Yusuf menyebut “UI mengajarkan kepada mahasiswa/mahasiswi baru terkait pendidikan consensual sex, seks dengan persetujuan antara mahasiswa/ mahasiswi.
Al Muzammil menyebut UI mengajarkan bahwa seks yang dianggap tanpa kekerasan yaitu consensual sex dengan kesadaran, dianggap itu seks yang sehat yang sah. Dengan konsep consensual sex barat maka itu dianggap bukan kekerasan. Saya kira ini sangat tidak patut untuk dikembangkan diajarkan kepada mahasiswa kita di mana pun berada di Indonesia ini.
Pidato Al Muzzammil Yusuf ini dinilai mencoreng nama baik UI.
Menurut Reni, tuduhan Muzzammil jelas telah menyerang, mempermalukan dan mencemarkan nama baik UI. Sebab apa yang dituduhkan sangat tidak benar dan tidak berdasar.
“Universitas Indonesia tidak pernah mengajarkan pendidikan consensual sex antara mahasiswa/mahasiswi. Universitas Indonesia tidak pernah mengajarkan mengenai consensual sex barat,” tegas Reni.
Untuk itu, UI juga harus mengambil sikap tegas terhadap tindakan “pencemaran nama baik Universitas Indonesia” yang melanggar Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE.
Ketentuan ini mengatur bahwa setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar.
“Pengajaran mengenai kekerasan seksual yang disampaikan UI harus ditegaskan kepada masyarakat Indonesia disebabkan beberapa hal.
Pertama, kekerasan seksual dalam hukum internasional dikategorikan sebagai serious crimes, Pasal 7 ayat 1g Rome Statute of the International Criminal Court.
“Pengajaran mengenai kekerasan seksual yang dilakukan UI adalah dalam rangka menjalankan amanat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayan,” ujarnya.
Kedua, dalam tujuan Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) 2020, butir ke-18 menyebutkan “Memperkenalkan konsep pelecehan dan kekerasan seksual sebagai bagian dari upaya pencegahan dan penanganan pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan kampus dan masyarakat”.
Ketiga, pengajaran mengenai kekerasan seksual yang dilakukan UI kepada para mahasiswa baru telah mengindahkan hukum dan budaya masyarakat Indonesia.
Istilah kekerasan seksual sendiri dipergunakan dalam Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi) dan Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU Penghapusan (KDRT).
Sebagai perwujudan Tridharma Perguruan Tinggi, UI sepatutnya tidak membiarkan penyebarluasan opini yang menyesatkan masyarakat. Universitas Indonesia harus selalu bertindak dan bekerja mencerdaskan bangsa.
“Kami percaya bahwa rektor sebagai pimpinan UI seperahu dengan kami dalam pemikiran ini. Semoga kita bisa mempertahankan nama baik Universitas Indonesia,” pungkas Reni. (Tim)