Oleh : Edi Winarto
Penulis Pemerhati Militer/ TNI
EDITOR.ID,- Peperangan antara Iran vs Israel telah memperlihatkan kepada dunia bagaimana sistem perang modern telah ditampilkan. Tidak perlu melibatkan tentara dalam jumlah besar, tidak butuh pilot tempur, tidak butuh tank yang harus berjalan dalam jarak jauh, dan tidak ada lagi menerapkan metode tradisional.
Perang ini mempertontonkan kekuatan berdasarkan kecanggihan dan kemampuan membuat sistem persenjataan modern berpola jarak jauh dengan apa yang disebut rudal. Ya, rudal canggih yang mampu menjangkau ribuan kilometer dan bisa memanggul puluhan ton hulu ledak bom yang mampu menhancurkan satu gedung pencakar langit dengan hitungan menit.
Adu kecanggihan teknologi. Bagaimana drone atau pesawat tanpa awak, pesawat siluman, rudal yang dikendalikan dengan remote dan dipandu melalui satelit untuk mendarat di sasaran yang ingin dihancurkan. Rudal menghantam sasaran dengan presisi tinggi. Belum lagi senjata nuklir yang lebih mengerikan lagi.
Perang Iran vs Israel, terlepas dari pro kontranya, bisa memberikan inspirasi bagi masa depan pembentukan organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) TNI kita di masa mendatang. Kita bisa belajar untuk memahami perang modern yang melibatkan senjata-senjata canggih yang dijalankan secara otomatis, perang elektronik, panduan satelit dan pembuatan senjata memusnahkan yakni rudal.
Lantas apa hubungannya dengan TNI kita di masa depan? Menurut hemat penulis perang ini bisa menjadi pembelajaran bagaimana kita harus mengejar ketertinggalan alat utama sistem persenjataan kita.
Tapi yang penulis pertajam dalam pandangan ini bukan bagaimana kita mengimpor senjata canggih dan rudal sehingga kita memiliki senjata modern.
Tapi bagaimana TNI atau militer kita mampu memproduksi secara mandiri kecanggihan sistem persenjataan dan sistem peperangan modern melalui transfer of knowlegde dari negara-negara yang sudah maju dalam produksi sistem persenjataanya.
Bagaimana China, Korea Selatan, Korea Utara dan Jepang mengirim para praktisi dan peneliti senjata ke Amerika dan Rusia. Mempelajari sistem produksi pesawat canggih, drone hingga rudal. Dan kini Jepang, China, Korea telah menjadi negara yang mandiri dalam memproduksi senjata.
Apa kata kuncinya? Kuncinya terletak dari generasi muda yang cerdas dan punya daya intelegensi yang tinggi. Artinya di masa mendatang tentara kita bukan lagi tentara yang hanya mahir merayap, bela diri, menembak, hidup di hutan. Tapi saat ini Indonesia, khususnya TNI mulai memikirkan bagaimana bisa melahirkan SDM Tentara yang berbasis kemampuan berdasarkan kecerdasan intelektual atau intelligence quotient, disingkat IQ.
Mencari calon tentara bukan berdasarkan penampilan fisik dan kekuatan, tapi mulai diubah mencari tentara dengan kemampuan penghitungan teknik, inovatif, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, daya tangkap, dan belajar.
Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ.
Hal itu dimulai dari sistem rekruitmen Sumber Daya Manusia (SDM) militer kita baik ditingkatan sekolah Bintara TNI maupun Akademi TNI. Calon prajurit TNI tidak lagi diseleksi berdasarkan kekuatan dan penampilan fisik dalam rekrutmennya.
Selama ini untuk bisa diterima di sekolah Bintara atau akademi di lingkungan TNI, seorang calon prajurit TNI harus memenuhi syarat minimal tinggi badan, kemampuan push up, sit up, lari, renang dan lainnya. Sehingga bertahun-tahun TNI belum mengubah postur organisasinya menjadi lembaga mandiri. TNI masih berpandangan hanya mengutamakan fisik belaka bukan kecerdasan intelektual.
Cara perekrutan calon tentara seperti ini harus diubah total. Perekrutan calon prajurit atau tentara tak hanya mensyaratkan kekuatan fisik, namun juga harus menitik beratkan pada kemampuan intelligence quotient, disingkat IQ atau kecerdasan intelektual. Untuk menjadi seorang prajurit atau tentara, minimal calon harus memiliki IQ diatas 100.
Selain itu, mereka tak lagi hanya dilatih perang secara tradisional atau konvensional, namun kecerdasan para calon tentara ini dididik memiliki keahlian dan ketrampilan dalam bidang teknologi seperti keahlian ilmu metalurgi (logam). Diajarkan ilmu fisika, kimia, teknik elektro, teknik mesin, teknik informatika yang nantinya akan bekerja di laboratorium pusat pabrik militer untuk menghasilkan dan menemukan sistem persenjataan modern.
Para prajurit TNI itu menurut penulis harus dikirim ke Perguruan Tinggi baik di dalam negeri maupun luar negeri untuk belajar tentang teknik metalurgi, teknik pembuatan senjata, teknik kimia, teknik elektro, teknik komputer hingga teknik nuklir. Agar suatu ketika nanti industri militer kita seperti PT Pindad, PT PAL, PT Dirgantara, PT LEN, PT Dahana, bisa diisi oleh para insinyur teknik dari kalangan prajurit TNI yang mampu memproduksi sistem senjata modern berupa drone, rudal hingga satelit. (***)