Harta Karun Dirampas Belanda 1894 Kini Kembali Pulang – Mampukah Indonesia Menjaganya?

Kembalinya harta karun milik Kerajaan Mataram Lombok yang dijarah oleh Kolonial Belanda secara tidak sah mereka merampasnya saat menginvasi pada tahun 1894, kini dikembalikan ke pangkuan Republik Indonesia - Mampukah Indonesia menjaganya?

Setelah dipalsukan, yang asli dicuri oleh sindikat internasional. Dipalsukan oleh oknum pegawai museum yang kemungkinan ada saja diantara pegawai Museum, ada yang nakal — biasanya bekerja sama dengan kolektor atau sindikat kelas internasional — hal ini tentu menjadi dilema bila Pemerintah Indonesia tidak mempertimbangkan — bahwa kemungkinan itu bisa saja terjadi cepat atau entah kapan.

Cerita upayakan pengembalian hartanya karun Kerajaan yang dijarah penjajah yang pernah dilakukan pihak pewarisnya

Soal pengembalian harta karun milik Kerajaan Mataram Lombok sama yang pernah dilakukan ketika pihak kerabat Keraton Yogyakarta berupaya pengembalian setidaknya 75 dari 7000 manuskrip — telah dikembalikan oleh pihak British Library ke Keraton Yogyakarta.

Pihak keluarga kerabat Keraton Yogyakarta datang ke inggris melakukan koordinasi untuk pengembalian naskah-naskah kuno dan disetujui.

Jumlah ini jauh dari seharusnya. Meski begitu, pihak Keraton menyambut bahagia pulangnya mata rantai yang terputus sejak Geger Sepehi itu, dan ahli waris masih hidup.

7000 manuskrip atau naskah kuno Geger Sepehi milik Keraton Yogyakarta lenyap setelah peristiwa Geger Sepehi  207 tahun silam.

Merujuk ke peristiwa Juni 1812 ketika bala pasukan Inggris menyerang Keraton Yogyakarta yang kembali dikuasai Sri Sultan Hamengku Buwana II (HB II).

Sultan HB II menentang kedatangan Inggris dan merancang perlawanan. Raffles melihat ini sebagai ancaman dan mengirim Kolonel Robert Rollo Gillespie dan pasukan untuk menyerang Keraton.

Tercatat dalam sejarah, setahun sebelum pasukan Inggris mengalahkan pemerintahan Belanda di Batavia hingga merebut kekuasaan wilayah Jawa. Gubernur Jenderal Inggris di Kalkuta, Lord Minto, ketika itu menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur di Jawa.

Setelah menjabat, Raffles menunjuk John Crawfurd sebagai residen Yogyakarta.

Thomas Stamford Raffles ketika itu juga membuat kebijakan baru terkait tanah dan pengelolaan uang.

Namun bagi Sri Sultan HB II, kebijakan baru tersebut sama merugikannya dengan kebijakan Daendels ketika Belanda berkuasa.

Serangan dan negosiasi dilakukan Sultan HB II hingga masih terus bertahan. Pada 19 Juni 1812, serangan demi serangan kecil ke Keraton Yogyakarta dilakukan oleh pasukan Inggris. 

Pada hari berikutnya, pertempuran dengan serangan besar-besaran dimulai pukul lima pagi oleh pasukan Inggris meliputi tentara Eropa, Sepoy atau Spei (India), serta Legiun Mangkunegaran.

Peperangan 2 hari itu terjadi di sisi timur laut benteng Keraton Yogyakarta yang Belanda anggap paling lemah. Dinding sudut benteng tersebut telah runtuh, dan keberadaannya kini menjadi saksi sebagai jejak peristiwa Geger Sepehi yang hingga kini masih bisa dilihat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: