Putusan MK: Pengurus Parpol Dilarang Jadi Jaksa Agung

Wakil Ketua MK Saldi Isra memaparkan secara lebih jelas bahwa seorang pengurus partai politik lebih memiliki keterikatan yang kuat terhadap partainya, karena pengurus dapat memilih untuk terlibat lebih dalam dengan agenda partainya.

Nawaz Syarif selaku Kuasa Hukum Pemohon saat mendengarkan sidang pengucapan putusan uji materiil Undang-Undang tentang Kejaksaan, Kamis (29/02) di Ruang Sidang MK. Foto Humas/Ifa.

Namun pada dasarnya Mahkamah menilai bahwa ketentuan norma Pasal 20 UU Kejaksaan telah ternyata menimbulkan ketidakadilan dan memberikan perlakuan berbeda di hadapan hukum.

Namun karena amar yang diputuskan oleh Mahkamah tidak sama dengan Petitum yang dimohonkan oleh Pemohon, maka dalil-dalil Pemohon tersebut beralasan menurut hukum untuk sebagian.

Kriteria Bagi Pengurus Parpol

Dalam putusan ini terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari Hakim Konstitusi Arsul Sani. Dalam pengujian norma Pasal 20 UU Kejaksaan ini, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari 2 (dua) orang Hakim Konstitusi yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh.

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Arsul Sani menyatakan bahwa berkaitan dengan isu konstitusionalitas calon Jaksa Agung dari parpol, belum teridentifikasi apakah ketentuan tersebut hanya berlaku bagi pengurus parpol atau termasuk juga anggota parpol yang dibatasi menjadi Jaksa Agung.

Oleh karenanya, ketiadaan pemaknaan pembatasan tersebut masih membuka ruang bagi Mahkamah untuk membatasi larangan yang menjadi Jaksa Agung hanya berasal dari pengurus parpol saja.

Selain itu, menurut Arsul, Mahkamah perlu menegaskan pihak yang masuk dalam kategori pengurus parpol yang harus telah berhenti lebih dahulu sekurang-kurangnya lima tahun sebelum diangkat atau ditunjuk menjadi Jaksa Agung oleh Presiden.

Hal ini penting untuk diuraikan secara spesifik guna menghindari multitafsir yang mengakibatkan ketidakpastian hukum, ketika terdapat anggota parpol yang tidak lagi terlibat secara aktif dalam urusan kepartaian ditunjuk oleh Presiden untuk menduduki jabatan sebagai Jaksa Agung.

Dengan demikian, penting bagi Mahkamah untuk menguraikan kategori pengurus parpol yang dimaksudkan tersebut.

Pada alasan berbeda, Arsul Sani memaparkan perbedaan pengurus dan anggota parpol. Menurutnya, hal ini diperlukan agar meminimalkan pemahaman yang berbeda terkait amar putusan.

“Untuk menghindari atau meminimalisir pemahaman atau tafsir yang berbeda terhadap pertimbangan hukum dan amar Putusan a quo, saya berkeyakinan, yang dimaksud dengan pengurus parpol adalah orang atau kumpulan orang yang berada dalam rumpun fungsi, tugas dan kewenangan kepengurusan atau eksekutif parpol yang mencakup setidaknya perencanaan (planning), pelaksanaan (executing), dan evaluasi (evaluating) program kerja yang luas, serta menjadi representasi parpol baik ke dalam maupun ke luar internal parpol. Tidak termasuk dalam cakupan pengertian pengurus adalah mereka yang tidak berada dalam fungsi, tugas dan kewenangan demikian, seperti yang dikenal dengan penamaan berbagai dewan dan mahkamah atau istilah lainnya yang dapat ditemukan dalam struktur organisasi parpol,” ujar Arsul Sani.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: