Jakarta, EDITOR.ID,- Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) menyampaikan keprihatinan dan mendukung gerakan cuti massal oleh Solidaritas Hakim Indonesia yang akan berlangsung pada 7-11 Oktober 2024 mendatang agar mendapatkan perhatian dengan semestinya.
Hal ini diserukan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Rumah Bersama Advokat (DPN Peradi RBA) Luhut MP Pangaribuan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (7/10/2024)
Lebih lanjut Luhut MP Pangaribuan menyatakan sebagai Advokat yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan Kehakiman yang dari dulu juga disebut dengan officer of the court ikut bersolidaritas dan prihatian atas kesejahteran hakim yang masih rendah dan kurang mendapatkan perhatian dari negara dewasa ini.
“Kesejahteraan ini akan mencegah hakim dari penerimaan suap,” sebut Luhut.
PERADI dengan ini ikut mendesak Pemerintah & DPR agar memberikan kepedulian dan meningkatkan alokasi anggaran dalam APBN untuk kesejahteraan Hakim. Agar para Hakim tidak lagi menerima suap dan demi bisa mempertahankan kemandiriannya dalam menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
Hakim Tuntut Kenaikan Tunjangan Jabatan
Sebelumnya puluhan hakim yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menuntut tunjangan jabatan sebesar 142 persen. Besaran itu dinilai realistis, mengingat setelah selama 12 tahun tidak mengalami kenaikan gaji.
Hal itu disampaikan juru bicara SHI, Fauzan Arrasyid setelah sejumlah hakim beramai-ramai melakukan audiensi dengan pimpinan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) di Gedung MA, Jakarta, Senin (7/10/2024).
“Kami akan berikan nanti tuntutan kami adalah untuk menjamin jabatan 242 persen dari tunjangan hakim di tahun 2012 Yang Mulia,” kata Fauzan.
Fauzan menegaskan, tuntutan kenaikan tunjangan 242 persen itu dinilai wajar. Mengingat, tidak ada kenaikan gaji dan tunjangan selama 12 tahun, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung.
“Saya kira angka ini menjadi angka yang wajar, mengingat 12 tahun tidak ada perubahan,” tegas Fauzan.
Fauzan menyatakan, kenaikan tunjangan itu secara khusus untuk hakim pada golongan tingkat II, yang berada pada pengadilan tingkat kabupaten/kota. Menurutnya, tunjangan yang tidak besar itu harus digunakan untuk berbagai kebutuhan.
“12 tahun tidak mengalami perubahan dan penyesuaian, tunjangan jabatan harus kami gunakan untuk biaya rumah, transport, untuk biaya kesehatan anak, istri, orang tua kami Yang Mulia,” papar Fauzan.