Hukum  

KPK Kembali Tangkap Dua Petinggi Badan Pertahanan Nasional

wakil ketua kpk lili pintauli siregar foto tribun

EDITOR.ID, Jakarta,- Praktik suap dan pencucian uang yang selama ini tersimpan rapi di tubuh Badan Pertanahan Nasional (BPN) mulai dikuak satu persatu tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini KPK membongkar kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan pejabat badan yang mengurusi sertifikat tanah itu.

Dari pengungkapan kasus suap dan pencucian uang ini, Penyidik KPK menggrebek dan menangkap dua pejabat BPN yakni Inspektur Wilayah I Kementerian Agraria dan Tata Ruang Gusmin Tuarita (GTU) dan Kabid Hubungan Hukum Pertanahan BPN Jawa Timur Siswidodo (SWD).

Sebelumnya kedua petinggi BPN ini sudah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan terlibat gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

?Hari ini kami akan menyampaikan penahanan tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan gratifikasi sekaligus penetapan tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN),? kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam siaran persnya, dilansir dari akun Twitter @KPK_RI, 24 Maret 2021.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan keduanya sudah menjadi tersangka sejak November 2019 dengan dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU. Keduanya, kata dia, menjadi tersangka rekomendasi penerbitan Hak Guna Usaha di Kalimantan Barat.

KPK menyangka Gusmin korupsi saat menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat dan Jawa Timur. Selama kurun waktu 2013 sampai 2018, kata Lili, Gusmin diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah, termasuk HGU.

Uang diduga diterima secara langsung, maupun tidak langsung melalui Siswidodo. KPK menduga Gusmin kemudian menyetorkan uang itu ke rekening pribadi dan anggota keluarga. ?Jumlahnya sekitar Rp 27 miliar,? kata Lili.

Lili mengatakan transfer rekening dari Siswidodo ke Gusmin biasanya dilakukan dengan alasan jual beli tanah. Padahal, jual beli itu tak pernah terjadi. KPK menengarai uang gratifikasi itu dipakai untuk keperluan operasional Kantor BPN Kalbar.

KPK juga menduga Siswidodo juga memiliki penerimaan sendiri dari para pemohon hak atas tanah melalui salah satu stafnya. Uang yang terkumpul ditaksir mencapai Rp 23 miliar.

Dalam proses penyidikan kasus tersebut, KPK telah memeriksa 120 orang saksi terdiri dari pihak BPN dan pihak-pihak lainnya.

Menurut Lili, dalam konstruksi perkara, Gusmin saat menjabat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Kalimantan Barat periode 2012-2016 dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Jawa Timur 2016-2018, diduga memiliki kewenangan dalam pemberian hak atas tanah.

Sementara Siswidodo menjalankan praktek menerima gratifikasi saat menjabat Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Kalbar.

“Untuk kepentingan penyidikan, para tersangka ditahan masing-masing selama 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 24 Maret 2021 sampai dengan tanggal 12 April 2021,” ujar Lili Pintauli Siregar.

Kewenangan tersebut diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah yang ditetapkan pada tanggal 28 Januari 2013 dan mulai berlaku 1 (satu) bulan sejak tanggal ditetapkan.

?Untuk melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, GTU bersama-sama dengan SWD diduga menyetujui pemberian Hak Guna Usaha bagi para pemohon dengan membentuk kepanitian khusus yang salah satu tugasnya menerbitkan surat rekomendasi pemberian Hak Guna Usaha kepada kantor pusat BPN RI untuk luasan yang menjadi wewenang Kepala BPN,? jelas Lili mengakhiri pembicaraannya.

Setelah pengumuman tersangka ini, KPK menahan kedua pejabat BPN di Rutan KPK dan Rutan Guntur. ?KPK mengingatkan para penyelenggara agar tidak korupsi dan menolak segala pemberian,? kata Lili. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: