Baru Jalan 6 Bulan, APBN 2025 Sudah Tekor Rp204 Triliun, Ini Penyebabnya Harus Segera Diatasi

Dan dampaknya APBN mengalami tekor terbesar yakni Rp 204 triliun meski negara baru berjalan enam bulan atau pertengahan 2025. Defisit cukup tajam ini terjadi pertama di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Penyebabnya pendapatan negara kecil namun pengeluaran sangat boros, terutama dalam membiayai belanja negara seperti operasional birokrat, gaji PNS, pensiunan, dll.

Menteri Keuangan Sri Mulyani

Jakarta, EDITOR.ID,- Ekonomi benar-benar lesu. Perdagangan sepi, masyarakat tak lagi punya kemampuan daya beli. Akibatnya para pedagang baik pedagang makanan, pakaian hingga barang lainnya omset penjualannya mengalami penurunan tajam. Buntutnya penerimaan negara dari pajak di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak mencapai target.

Dan dampaknya APBN mengalami tekor terbesar yakni Rp 204 triliun meski negara baru berjalan enam bulan atau pertengahan 2025. Defisit cukup tajam ini terjadi pertama di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Penyebabnya pendapatan negara kecil namun pengeluaran sangat boros, terutama dalam membiayai belanja negara seperti operasional birokrat, gaji PNS, pensiunan, dll.

“Defisit (APBN) masih kita jaga, untuk 2025 ini semester I mencapai Rp204,2 triliun. Agak lebih lebar dibandingkan tahun lalu,” ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025) silam.

Defisit itu setara 0,84 persen dari produk domestik bruto (PDB). Adapun batas yang ditolerir APBN 2025 adalah Rp616,2 triliun alias setara 2,53 persen terhadap PDB Indonesia.

Jika dibandingkan dengan semester I 2024, APBN saat itu hanya defisit 0,34 persen atau setara Rp77,3 triliun.

Wanita yang akrab disapa Ani itu merinci sejumlah biang kerok defisit APBN di semester I tahun ini. Salah satunya adalah kontraksi penerimaan pajak yang cukup dalam pada Januari 2025 dan Februari 2025.

APBN yang tekor ini merupakan imbas dari belanja negara yang lebih besar dari penerimaan. Belanja negara dari pengeluaran membiayai jutaan pegawai pemerintah dan PNS menjadi salah satu faktor yang menyedot anggaran cukup besar dan membuat pemborosan.

Kemenkeu mencatat uang negara yang sudah dibelanjakan pemerintahan Prabowo dalam 6 bulan ini menyentuh Rp1.406 triliun alias 38,8 persen dari target.

Di lain sisi, negara cuma sanggup mengantongi pendapatan senilai Rp1.201,8 triliun.

“Kita lihat dari sisi (penerimaan negara) semester I terhadap total target adalah masih 48,3 persen. Dibandingkan dengan 3 tahun terakhir memang (penerimaan semester I 2025) lebih rendah,” ungkapnya.

Ada 2 aspek penting yang menjadi ‘samsak’. Pertama, Ani menyalahkan batalnya kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Ia menegaskan cara tersebut sebenarnya bisa menambah pemasukan Rp71 triliun di 2025.

Kedua, kehadiran Danantara. Ia menyebut Kementerian Keuangan seharusnya bisa meraup dividen BUMN Rp80 triliun yang termasuk ke dalam pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Namun, dividen itu sekarang dikelola seluruhnya oleh Danantara.

“Dividen dari BUMN yang tidak dibayarkan karena sekarang dipegang Danantara itu sekitar Rp80 triliun. Pendapatan negara mengalami tekanan dari PPN (PPN 12 persen batal) maupun dari dividen BUMN sebesar Rp150 triliun sendiri,” keluh Ani. (tim)

Leave a Reply