Akar Pemikiran Pesantren dan Terorisme

Oleh: Al Zastrouw

Penulis adalah Penggiat Seni Budaya Nusantara dan Kepala Makara Art Center Universitas Iindonesia

EDITOR.ID – Jakarta, Sejalan dengan maraknya issu terorisme dan gerakan Islam radikal, pesantren saat ini menjadi sorotan dan perhatian masyarakat dunia. Ini terjadi karena pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia.

Sejarah menunjukkan, pesantren tidak saja sebagai pusat pendidikan Islam tetapi juga pusat perjuangan kaum pergerakan nasional dalam merebut kemerdekaan Indonesia.

Oleh karenanya cukup beralasan kalau pesantren menjadi pusat perhatian ketika muncul gerakan radikal yang menggunakan simbol Islam.

Di samping itu, beberapa fakta lapangan untuk sementara juga menunjukkan beberapa pelaku teror yang mengaku sebagai alumni pesantren, sehingga menimbulkan praduga adanya keterkaitan gerakan teror dengan beberapa pesantren.

Terjadinya penggrebekan dan penggeledahan serta penangkapan beberapa orang pengasuh pondok pesantren, cukup untuk mempengaruhi opini dan asumsi orang mengenai citra pesantren.

Melihat peristiwa yang ada, pertanyaan yang layak dikemukakan adalah, apa betul pesantren memikili pemikiran yang radikal?

Apakah benar pesantren mengajarkan ideologi yang mengesahkan kekerasan?

Pertanyaan ini penting dijawab untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam melihat pesantren.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tulisan ini akan memaparkan akar pemikiran pesantren sebagai basis ideologi yang menggerakkan dan membangun struktur kebudayaan (tradisi) pesantren.

Dengan cara ini akan terlihat karakteristik pesantren dan perubahan yang terjadi di dalamnya. Dari sini akan terlihat bagaimana hubungan pesantren gerakan radikal Islam dan kelompok teroris sebagaimana yang diasumsikan orang selama ini.

Fiqh, Tasawwuf dan Kitab Kuning

Untuk melikat pola pikir dan tata nilai pesantren yang membentuk perilaku dan budaya pesantren bisa dilacak dari kitab-kitab referensi yang dipelajari dan dikaji, di pesantren yang menjadi pijakan pemikiran dan hujjah dalam melihat realitas sosial.

Kitab-kitab tersebut sering disebut dengan istilah kitab kuning, yaitu kitab-kitab klasik yang dikarang oleh para ulama Islam abad pertengahan.

Kitab-kitab ini mayoritas berbicara tentang masalah fiqh. Selain fiqh, di pesantren juga dipelajari ilmu kalam/aqidah (teologi), akhlaq (etika),Tasawwuf, ilmu alat (grammar bahasa Arab; Nahwu Sharf) , manthiq (logika) dan sastra serta tafsir.

Meskipun semua bidang ilmu tersebut diajarkan di pesantren, namun pola pikir fiqih dan tasawwuf yang mendominasi dalam pembentukan sistem nilai dan budaya pesantren.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: