Warga Melawan Pembongkaran Paksa 26 Rumah di Tangki Mal Jakarta Barat

Warga di jalan Tangki Mal, Mangga Besar, Tamansari, Jakarta Barat, Kamis (31/8/2023) melawan dengan memblokade alat berat eksafator diupayakan juru sita PN Jakarta Barat untuk melakukan eksekusi pembongkaran mengosongkan kawasan tersebut yang terdiri dari 26 rumah warga yang sudah ada berlangsung telah 4 generasi sejak 1928.

Jakarta, EDITOR.ID  – Warga di di Jalan Tangki Mal, Mangga Besar, Tamansari, Jakarta Barat, Kamis (31/8/2023) merasa  menjadi Korban Mafia Tanah, mereka melakukan perlawanan dengan menolak rumahnya digusur secara paksa.

Dampaknya terjadi kemacetan di sekitarnya, karena Jalan Tangki Mal, Mangga Besar, Tamansari  ditutup,  kendaraan pribadi maupun kendaraan umum yang sering melewati jalan tersebut terpaksa dialihkan ke jalan alternatif lainnya — pada saat eksekusi pengosongan  tidak bisa lagi melintas.

Diantaranya terpantau  Jalan Pinangsia menuju arah Brutul ditutup. Pengendara pun yang hendak melintas, bahkan terpaksa oleh petugas polantas dialihkan ke jalan Pinangsia Raya.

Keputusan PN Jakarta Barat

Penggusuran secara paksa tersebut dilakukan atas keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat yang  tengah melakukan eksekusi pengosongan atau penggusuran di Jalan Tangki Mal RT07 RW02, Kelurahan Mangga Besar, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat.

Pantauan di lokasi — penggusuran dimulai pada pukul 12.35 WIB Kamis (31/8/2023)  —  warga yang berdomisili disekitarnya beramai-ramai turun ke jalan.

Semua warga masyarakat sekitar melakukan  penolakan  penggusuran tersebut.

Warga tetap berpendirian mempertahankan rumah mereka  yang sudah berlangsung selama 4 generasi  di kawasan tersebut.

Pengosongan 26 rumah menggunakan peralatan berat eksafator

Aparat menggunakan alat berat  —  terlihat eksafator memasuki kawasan tersebut  diiringi sejumlah petugas dari PN Jakbar,  dibantu oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Polisi Polsek Tamansari, hingga Dinas Perhubungan (Dishub) juga sibuk melakukan koordinasi jalannya proses pengosongan kawasan tersebut.

Suasana pun  mulai memanas,  hingga terjadi benturan antara warga dengan petugas yang ditugaskan untuk mengosongkan kawasan tersebut.

Nampak dari pihak juru sita PN Jakarta Barat mendapat penolakan warga setempat  yang rumahnya tak ingin digusur secara paksa.

Namun juru sita  tetap melakukan eksekusi pengosongan atau penggusuran sekitar 26 rumah warga.

Warga melawan

Ratusan warga di Jalan Tangki Mal, Mangga Besar, Taman Sari masih bertahan untuk menolak adanya upaya penggusuran rumah mereka.

Warga pemilik 26 rumah mengklaim  menjadi korban mafia tanah,  mereka  berusaha melawan tim juru sita yang telah mengerahkan sejumlah eksekutor dan alat berat yang tengah bekerja.

Aksi saling dorong terjadi tak terhindarkan lagi  sehingga membuat Satpol PP dan petugas Polisi melakukan tindakan  menengahi kedua belah pihak  warga dan juru sita.

Negosiasi tak berujung

Sudah berulangkali antara perwakilan warga diwakili kuasa hukum nya  dengan pihak juru sita dari  PN Jakarta Barat — pemohon  warga  tak juga menemui titik temu.

“Kami tinggal disini sudah empat generasi, dari tahun 1928. Kakek buyut saya dulu Centeng Belanda di sini,” kata warga bernama Ming Ming (42) saat debat dengan kuasa hukum pemohon, Kamis siang (31/8/2023).

Kemudian di jawab oleh kuasa hukum pemohon, “Ya mana buktinya kalau memang Anda memiliki surat sah di sini. Kami ini memenangkan lelang dari balai negara dan surat lelang inilah yang menyatakan kita pemenang lelang atas tanah di sini,” jawab Yuanri selaku kuasa hukum pemohon.

Yuanri pun menantang para warga untuk menunjukan bukti kepemilikan yang sah atas tanah seluas 3.190 meter persegi yang kini dipersoalkan.

“Kami punya akte jual beli (AJB). PBB juga saya bayar. Kita bukan kucing yang bisa diusir seenaknya,” jawab Ming Ming.

“Surat kepemilikan yang sah itu bukan AJB tapi sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN,” ujar Yuanri.

 Salah satu warga kemudian menimpali bahwa mereka telah mengurus sertifikat sejak tahun 2006 namun tak pernah berhasil.

Sejak 2006 dia berusaha memmbuat sertifikat atas tanah yang ia tempati namun selalu mendapat kesulitan dari pihak ATR/ BPN.

“Waktu itu mau buatkan sertifikat tapi gak bisa di ATR/ BPNnya,” tutur Mingming.

Hingga siang ini, eksekusi sejumlah rumah dan ruko yang ada di RT 07 dan 09 RW 02 Tangki masih belum bisa dilakukan karena warga masih bertahan memblokade jalan.

Kepolisian bersama TNI, hingga Satpol PP juga masih berada di lokasi untuk menghindari terjadinya bentrokan

Dasar juru sita mengeksekusi 26 rumah warga

Juru sita Pengadilan Jakarta Barat, Yuanri  mengaku hanya mampu mengosongkan dua buah bangunan berbentuk ruko yang berada di pinggir jalan, dari total 26 bangunan rumah yang menjadi targetnya bakal dieksekusi.

Penggusuran tersebut tertuang dalam penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat bernomor 14/2020 Eks Jo No: RL003/PLII32/21015 tertanggal 15 Agustus 2023 tentang perintah pelaksanaan eksekusi pengosongan.

Meski dinyatakan telah inkrah, atas penetapan itu namun warga jalan Tangki Mal masih tetap ngotot ingin mempertahankan rumah mereka.

Dasar warga mempertahankan rumah mereka

Salah seorang warga RT 9 RW 2, Mingming (42) mengklaim selama tanah yang mereka dipersidangkan di PN Jakarta Barat, tidak ada satupun surat pemberitahuan kepada warga.

“Mereka mendapatkan surat lelang, membeli surat lelang di balai lelang kelas II yang enggak jelas itu apa, balai lelang non-eksekusi,” kata Ming Ming.

“Saat ini warga di Tangki Mal didatangi, eksekusi paksa, ini adalah maling-maling, mafia tanah yang merusak aset warga,” ketusnya.

Ming Ming mengatakan, “kami  geram dengan sikap para juru sita lantaran mencoba membohongi warga, dengan mengatakan bakal ada proses mediasi di dalam kampung. Namun bukan mediasi, malah upaya eksekusi lahan,”
bebernya.

“Kami di-bohongin, dipanggil mediasi ke belakang, kami keluar warga kumpul untuk mediasi ke belakang enggak taunya mereka eksekusi di sini (depan),” kesalnya.

Ming Ming mengaku tinggal di Tangki Mal sejak 4 generasi. Bahkan ia paham betul dengan kondisi pemukimannya saat dahulu, lantaran mendapat cerita dari orang tuanya.

Warga RW 02 Mangga Besar, Tamansari, mulai resah lantaran tanah yang telah ditempatinya selama 80 tahun sejak 1928 akan digusur oleh Pemerintah Kota Jakarta Barat.

“Saya tinggal di sini sudah 4 generasi, dari tahun 1928. Kakek buyut saya dulu Centeng Belanda disini,” sambung Ming Ming.

Warga pertanyakan kepemilikan tanah yang sah

Ming Ming kemudian menceritakan asal muasal sengketa tanah mulai muncul di Tahun 2016.  Ketika itu warga  sebagai pemilik diantara ke 26 rumahnya di kawasan di RT 05, 07, dan 09 RW 02, Tangki Mal, Mangga Besar, Tamansari merasa  resah — sebab  menerima surat peringatan (SP) ketiga dari Pemkot Jakarta Barat   untuk mengosongkan atau membongkar rumahnya.

Pada waktu itu,  Ming Ming mengatakan warga mendapatkan SP3  diberikan ke warga  malam hari.

“Masak Satpol PP bagiin surat peringatan malam-malam,” ujarnya, tanya Ming Ming.

Dalam surat tersebut warga diberi waktu 3 X 24 jam untuk membongkar dan mengosongkan rumahnya sendiri. Sebelumnya pada 21 Juli 2016, Pemkot Jakarta Barat sudah melayangkan SP-1 kepada warga, dan SP-2 pada 3 Agustus 2016.

“Ini SP-3. Kita harus mengosongkan rumah kita, kalau tidak akan dibongkar paksa oleh Pemkot,” ujarnya.

Pemkot Jakarta Barat meminta warga untuk mengosongkan rumah mereka sendiri karena sertifikat hak milik (SHM) tanah tersebut diketahui atas nama Deepak Rupo Chugani, Dilip Rupo Chugani, dan Melissa Anggryanto.

Tanah itu dimiliki ketiganya berdasarkan lelang yang dilakukan Gunarto Kerta Djaja pada 2015.

Gunarto adalah orang yang disebut-sebut telah membeli tanah terebut pada 1969.

“Kita saja enggak tahu Gunarto Kerta Djaja itu siapa. Tiba-tiba kita digusur, katanya ini tanah lelang,” ujar Ming Ming.

Warga sendiri diketahui telah menempati tanah tersebut sejak 1928.

Namun, Gunarto disebut baru mengurus sertifikat tanah 2003.

Warga lantas menolak penggusuran, karena menurut mereka tanah yang sudah ditempati selama 80 tahun rutin dibayar PBB-nya setiap tahun.

“Kita kan bayar pajak tiap tahun. Jadi, negara tahu dong kita rumah di sini,” jelasnya.

Warga tetap bertahan
Sampai saat ini warga telah berjaga-jaga untuk menolak digusur. Pasalnya, warga RW 02 telah menempati tanah tersebut selama kurang lebih 80 tahun lamanya.

Sampai saat ini Satuan Polisi Pamong Praja tidak terlihat di lokasi yang rencananya akan digusur pukul 09.00 WIB. Diketahui, warga yang menempati RW 02 Mangga Besar V ini mayoritas keturunan China yang telah lama menempati lahan yang menjadi pelelangan tersebut.

Selain itu dengan menolak penggusuran, warga memasang beberapa spanduk penolakan. Salah satunya berisi: “Awas mafia tanah di sekitar kita. Warga telah menempati tanah tersebut lebih kurang 80 tahun lamanya. Kami warga Mangga Besar I menolak mafia atas tanah kami”.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: