Perlukah Projo Menjawab Pernyataan Politisi Parpol

Entah hal ini sebagai skenario besar atau hanya bersifat perseorangan namun hal ini perlu direspon secara serius oleh kami selaku insan Projo yang merasa ikut tersudutkan pula.

Dimana kedua tokoh diatas tentu paham benar bagaimana pasal-pasal itu semestinya ditegakkan.

Apalagi dalam penyampaiannya yang terkesan menyudutkan, sebagaimana disampaikan saudara Prasetyo Edi yang mengungkit-ungkit tidak ikutnya ketua Umum kami pada perhelatan Pilkada DKI Jakarta untuk mendukung Jokowi saat itu.

Selain tidak berkorelasi dengan persoalan yang berkembang, bukankah lelucon yang sama pun pernah dilakukannya terhadap Ahok atas ambisinya menjatuhkan Ahok dengan ikut menanda tangani pemakzulan Ahok saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu, hingga praktis semua anggota DPRD DKI Jakarta tidak lagi tersisa seorang pun yang mempertahankannya.

Kita pun masih mengingat ketika pada awalnya beliau sama sekali tidak mendukung Ahok pada saat sebelum rekomendasi PDI Perjuangan yang memberikan mandatnya kepada Ahok.

Lalu baru setelahnya beliau layaknya orang yang membuka topeng untuk mencitrakan dirinya sebagai pendukung Ahok pada akhirnya, walau upaya setengah hatinya menghasilkan kekalahan pula.

Lalu rekaman dan catatan yang mana yang lebih buruk, apakah Ketum kami yang semula tidak ikut mendukung lantas belakangan mendukung atau rekan jejak Prasetyo Edy layaknya manusia bertopeng itu, biarkan publik saja yang menilainya dan tentu saja kita semua tahu kemana jawabannya.

Peringatan yang disampaikan Prasetyo Edi yang terkait pada kancah perpolitikkan tanah air sah-sah saja disampaikan, namun perlu disadari bahwa hal itu merupakan hak kami selaku barisan Projo pula untuk bersedia atau menolak pernyataannya beliau terhadap Slip Tongue atas ungkapan ketum kami tersebut.

Dan tidak perlu pula beliau menyarankan agar ketum kami BERKACA atas tidak mendukungnya Projo pada Pilkada DKI Jakarta saat itu, dimana salah satu pesertanya di ikuti oleh Jokowi, mengingat Projo saat itu belumlah terbentuk.

Sehingga ketidaktahuan Prasetyo Edi kami anggap lelucon semata yang perlu kami ingatkan bahwa apa yang disampaikannya sama sekali tidak ada relevansinya.

Berdasarkan Anggran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari keputusan Kongres II Projo disebutkan dalam BAB satu pasal 2 yang menyebutkan bahwa Projo berdiri pada tanggal 23 Agustus 2014.

Dimana Pilkada DKI Jakarta yang di ikuti Jokowi saat itu berlangsung pada tahun 2012 silam. Lantas bagaimana mungkin Projo saat itu belum dilahirkan, namun dapat melakukan aksi dukung mendukung sebagaimana yang di inginkan saudara Prasetyo Edy tersebut.

Sebaiknya beliau mampu menahan kritiknya sebelum segalanya diketahui, sebab panggung publik saat ini mudah sekali menelanjangi seseorang apalagi Ormas sebesar Projo ini, dimana kami pun sarat dengan pengamatan yang serius terhadap situasi yang berkembang. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: