Refleksi Akhir Tahun Hukum Perdagangan Internasional: Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia di Tahun 2024

Setidaknya terdapat 7 catatan penting atas peristiwa terkait perdagangan internasional sepanjang 2023 yang perlu direfleksikan

Pelabuhan Kontainer (Ilustrasi)

Oleh: Prof. Dr. Ariawan Gunadi, S.H., M.H.
Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional

Prof. Dr. Ariawan Gunadi, S.H., M.H.

Jakarta, EDITOR.ID,- Pergantian tahun 2023 tinggal menghitung hari dan pada tahun ini telah terjadi berbagai isu hukum perdagangan internasional yang menyita perhatian publik sepanjang tahun. Tidak hanya mencakup aspek peraturan dan kebijakan, tetapi juga melibatkan analisis mendalam terhadap dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan.

Kompleksitas isu-isu tersebut tidak hanya mencakup aspek peraturan dan kebijakan saja, tetapi juga melibatkan refleksi mendalam terhadap dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan.

7 Catatan Penting Perdagangan Internasional Indonesia di Tahun 2023

Setidaknya terdapat 7 catatan penting atas peristiwa terkait perdagangan internasional sepanjang 2023 yang perlu direfleksikan, yaitu:

Pertama, politik dagang Uni Eropa terhadap Indonesia. Sebagaimana yang telah saya sampaikan sebelumnya, disahkannya Undang-Undang Anti Deforestasi (EUDR) Uni Eropa merupakan politik dagang dari Uni Eropa terhadap produk komoditas Indonesia khususnya produk minyak kelapa sawit dan turunannya dengan dalih mengurangi dampak deforestasi terhadap lingkungan global.

Hal ini dikarenakan EUDR merupakan bentuk hambatan non tarif berbasis ecolabelling dan mengkategorikan produk impor berdasarkan risiko deforestasi skala rendah, standar, atau tinggi.

Komoditas dan produk turunannya asal Indonesia hanya akan diizinkan masuk ke pasar Uni Eropa jika memenuhi beberapa persyaratan kritis melalui prosedur due diligence.

Adanya persyaratan due diligence deforestasi dalam semua supply chain perdagangan internasional Uni Eropa secara inheren menciptakan sistem benchmarking yang bersifat diskriminatif bagi negara-negara eksportir kelapa sawit seperti Indonesia.

Selain EUDR, gugatan yang dilayangkan oleh Uni Eropa di pengadilan WTO terhadap kebijakan larangan ekspor nikel Indonesia jelas merupakan tindakan yang merintangi kepentingan nasional agar program hilirisasi sektor nikel tidak berjalan dengan maksimal.

Uni Eropa mestinya menghormati posisi Indonesia sebagai tuan rumah atau pemilik kandungan komoditas nikel terbesar di dunia yang sedang membangun ketahanan ekonomi nasional melalui pengelolaan komoditas nikel di dalam negeri sehingga produk yang diekspor bukanlah raw material tetapi barang siap pakai yang memiliki nilai tambah.

Kedua, penetapan positive list produk impor. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah harus bertindak cermat dan waspada dalam menetapkan produk-produk impor apa saja dalam positive list karena jika Pemerintah tidak waspada maka positive list ini berpotensi menghambat hilirisasi industri dalam negeri dengan membuka keran barang impor yang seharusnya bisa diproduksi di dalam negeri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: