Kritik Nalar Kebebasan Prancis

EDITOR.ID, Lagi-lagi soal kartun Nabi Muhammad SAW yang menjadi biangkerok ekskalasi ancaman terhadap keamanan dan ketertiban Prancis. 6 nyawa melayang menjadi korban benturan nalar peradaban antara Timur dan Barat. Di antara seorang guru dan jamaat gereja di Nice: Samuel Paty, Canon Philippe Asso, Vincent Loques, dan Simone Barreto Silva. Para pelaku aksi teror juga tewas di ujung senapan petugas Anti teror Prancis, baik Abdoullakh Abouyezidovitch maupun Brahim Aquissaoui.

Sesungguhnya, nalar Timur dan Barat sama-sama menjamin nilai kebebasan. Berpendapat dan berserikat diakui oleh nalar masing-masing peradaban. Cuma, dalam nalar Timur, kebebasan itu relatif, sementara dalam nalar Barat, kebebasan itu absolut. Titik tengkar ini yang menyeret dunia pada perang pernyataan dan aksi saling baikot lantaran iri dan benci yang berlatar perebutan pengaruh, kuasa dan sumberdaya ekonomi.

Prancis adalah negara pelopor revolusi besar di Barat. Runtuhnya monarkhi absolut dan bangunan negara republik di dunia sekarang, berawal dari revolusi Prancis pada 1792. Revolusi tersebut ternyata berawal dari kekecewaan terhadap praktek kekuasaan tiran dan dispotik. Para bangsawan dan tokoh agama Katholik menjalani hidup dengan serba berkecukupan dan berlebihan dan bahkan bergelimang kemewahaan. Sementara, rakyat kebanyakan menjalani hidup sebaliknya.

Di tengah krisis keuangan Prancis, rakyat kebanyakan semakin benci terhadap kalangan aristokrat dan elite agama, sehingga mendorong perlawanan terhadap hegemoni kekuasaan dengan berbondong-bondong turun ke jalan. Kaum liberal dan sayap kiri yang memprakarsai gerakan ini, sehingga hegemoni sistem monarkhi absolut dan kekuasaan gereja Katholik diruntuhkan oleh gerakan rakyat. Raja Louis XVI dan Ratu Marie Antoinette dieksekusi di hadapan rakyat di Place de la Concorde pada 1793. Dan, sejak itulah sistem sekularisme diterapkan absolut di Prancis.

Tak kurang dari 6 tahun, Prancis terkoyak oleh konflik kelas antara kaum borjuis dan proletarian, yang menelan korban tewas antara 16 ribu sampai dengan 40 ribu nyawa rakyat Prancis. Pemerintahan republik jatuh bangun, mulai dari kekuasaan Maximilien Robespierr dari Komite Keamanan Publik sampai dengan kekuasaan Napoleon Bonaparte dari Direktori Konsulat. Prancis, lepas dari konflik internal antar kekuatan dalam negara, setelah Napoleon tampil memimpin pemerintahan pada 1799.

Jadi, jargon revolusi Prancis yang sangat populer tersebut lahir dari rahim “kebencian” dan konflik kelas. 3 jargon itu antara lain: Liberté, égalité, fraternité (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Dengan demikian, sosio-historisnya, 3 tagline tersebut adalah nilai perlawanan terhadap nilai yang membelenggu, yang membeda-bedakan dan bermusuhan dengan rakyat. Dimana rakyat dibawah nilai kuasa teokratis gereja dan aristokratis raja, yang mematikan api nilai Republik Platonis Yunani Kuno.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: