Ketiga hakim wajib memperhatikan pasal 103, maknanya jika hakim mendapatkan fakta persidangan bahwa terdakwa tergolong penyalah guna dengan kondisi sebagai pecandu, atau korban penyalahgunaan narkotika (pasal 54); atau
Terdakwa telah melakukan wajib lapor dan status pidananya sudah gugur dan berubah menjadi tidak dituntut pidana (pasal 55 yo 128) maka hakim wajib menggunakan pasal 103 dalam memutus perkaranya.
Anang Iskandar tentang bentuk hukuman penyalahgunaan narkotika
Hukuman bagi penyalah guna berdasarkan pasal 103 adalah menjalani rehabilitasi sebagai alternatif atau pengganti hukuman pidana sebagaimana diatur dalam pasal 103/2 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika yo pasal 36 UU no 8 tahun 1976 tentang pengesahan konvensi tunggal narkotika,1961 beserta protokol yang merubahnya.
Menjalani rehabilitasi atas putusan atau penetapan hakim adalah proses medis dan sosial agar penyalah guna sembuh dari sakit adiksi yang dideritanya, bukan bentuk pengekangan kebebasan atau hukuman badan atau pemenjaraan sehingga tidak diperlukan pengawasan layaknya seorang yang ditahan.
Anang Iskandar tentang tempat menjalani rehabilitasi.
Rehabilitasi atas putusan atau penetapan hakim dilakukan di rumah sakit dan lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah
Rehabilitasi sosial mantan pecandu narkotika diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat pelaksanaannya diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
Rehabilitasi atas putusan hakim, dimaknai sebagai proses medis dan sosial dengan output sembuh dan pulih dan outcomenya tidak mengulangi perbuatannya sehingga, rehabilitasi atas putusan atau penetapan hakim bukan merupakan hukuman atau pengekangan kebebasan.
Anang Iskandar tentang praktik drug court di Indonesia.
Dalam prakteknya, drug court atau pengadilan khusus narkotika berbeda dengan apa yang tertera di dalam UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Perkara penyalah guna bagi diri sendiri (pasal 127/1) dituntut dan diadili dengan pasal berlapis baik secara komulatif maupun subsidiaritas dengan perkara peredaran gelap narkotika (pasal 112 atau pasal lain).
Karena penyalah guna bagi diri sendiri dituntut dan diadili dengan pasal berlapis maka ada alasan untuk dilakukan penahanan selama proses pemeriksaan pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara.
Padahal penyalah guna bagi diri sendiri (pasal 127/1) diancam dengan pidana kurang dari 5 tahun, tidak memenuhi sarat dilakukan penahanan (pasal 21 KUHAP) justru seharusnya dilindungi dan diselamatkan dan dijamin mendapatkan upaya rehabilitasi.