Jam malam, dilema pengendalian Covid-19 dan kebijakan ‘terburu-buru yang luput mengukur dampak ekonomi’

Purwokerto – Beberapa kota dan kabupaten di Indonesia memberlakukan jam malam dalam upaya mengendalikan penyebaran wabah Covid-19.

Ada yang membatalkan setelah penerapannya dinilai ‘belum terukur’.

Sebelum Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sejumlah daerah sudah mulai memberlakukan jam malam dengan tujuan untuk mengendalikan penularan virus corona.

Namun aturan jam malam ini menuai protes warga.

Jam malam dinilai mengakibatkan menurunnya pendapatan warga yang memiliki aktivitas berdagang di malam hari, juga menimbulkan ‘ketakutan’ tersendiri bagi sebagian warga.

Salah seorang pejabat pemerintah daerah mengakui sebetulnya ‘belum ada penelitian secara khusus yang dapat mengukur’ dampak jam malam terhadap penurunan penularan Covid-19.

Seorang sosiolog mengatakan pemerintah daerah ‘terburu-buru menetapkan jam malam karena kewalahan’ dan ‘luput mengukur dampak ekonomi’ bagi warga.

Dalam peraturan PSBB yang diterbitkan pemerintah pusat, pemberlakuan pembatasan di wilayah perlu mendapatkan persetujuan Menteri Kesehatan.

Jam malam di Aceh, hanya bertahan sepekan

Salah satu daerah yang menerapkan jam malam adalah Aceh.

Jam malam yang diberlakukan berdasarkan maklumat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Aceh (FORKOPIMDA), tentang penerapan jam malam dalam penanganan corona virus disease (Covid-19).

Jam malam disahkan pada tanggal 29 Maret 2020 dan dinyatakan berlaku untuk dua bulan. Jam malam diberlakukan dari pukul 20.30 WIB sampai dengan 05.30 WIB.

Saat itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Dahlan Jamaluddin, menyatakan pemberlakuan jam malam sebagai penyikapan terhadap attitude masyarakat Aceh, berangkat dari berbagai saran tim medis dan realitas di lapangan.

“FORKOPIMDA memilih jam malam, karena banyak kegiatan di Aceh yang berlangsung pada malam hari, sejak dua malam ini kita lihat sudah sangat efektif, tapi tetap butuh tim polisi dan TNI untuk membubarkan kerumunan itu,” terang Dahlan Jamaluddin kepada Hidayattullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC Indonesia pada Senin (30/03).

Namun baru sepekan diberlakukan, Forkopimda Aceh mengeluarkan maklumat baru, resmi membatalkan “jam malam” dan mengembalikan situasi Banda Aceh menjadi sediakala.

Juru Bicara Covid-19 Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani, mengatakan pencabutan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar yang baru dikeluarkan Presiden.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: