Virus Radikalisme Dalam Birokrasi

EDITOR.ID, Jakarta,- Perilaku Ekseklusif (hanya mau berinteraksi dengan kelompoknya), intoleran, dan pemahaman keagamaan yang sempit bukan isapan jempol. Paham radikal itu ada dan bukan stigma. Mereka menebar bak virus menggerogoti nilai-nilai kebangsaan dan Pancasila dengan “ideologi baru”. Dan ironisnya paham ini sangat kuat menyebar di lingkungan birokrasi.

Paham radikal ini bertumbuh dan menjamur saat kelompok menyusup di komunitas dan para mentor mencuci otak mereka dengan pemahaman agama yang sempit. Dan yang membuat prihatin, mereka selalu bertolak belakang dengan konsep kenegaraan kita.

Bukti potensi ancaman radikalisme di tubuh birokrasi itu dirasakan juga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Wanita yang masuk Daftar 100 Wanita Paling Berpengaruh di Dunia Versi Forbes ini buka-bukaan asal-muasal radikalisme masuk ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal itu sebelumnya memang sudah pernah dia singgung dalam acara Temu Kebangsaan: Merawat Semangat Hidup Berbangsa.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Temu Kebangsaan. Ia harus berjibaku mengelimir ancaman paham radikalisme di tubuh Kementrian yang dipimpinnya. Paham Radikal bak virus menyebar sangat massif (Dok.Kemenkeu)

Dalam acara Perempuan Hebat untuk Indonesia Hebat yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Idelogi Pancasila (BPIP) hari ini, Sri Mulyani mengungkapkan awal mula munculnya gerakan radikalisme di Kemenkeu. Pertama, itu dipicu saat kontestasi pemilihan presiden 2019.

“Menjelang pemilu kemarin karena salah satu kontestasi itu menggunakan politik identitas, ini menyebabkan banyak sekali rembesan kepada para birokrat kita meskipun seharusnya netral tapi mereka punya aspirasi politik, itu satu,” kata dia di Ritz-Carlton, Pasific Place, Jakarta Selatan, Minggu (22/12/2019).

Kedua, masalah radikalisme muncul karena topik-topik yang berkaitan dengan institusi Kemenkeu menjadi bahan politik, mulai dari pajak, utang, belanja, hingga belanja infrastruktur. Topik-topik itu menjadi bahan perdebatan.

Lalu mulai muncul eksklusivitas di lingkungan Kemenkeu. Mereka menjadi terkotak-kotak.

“Di Kemenkeu sama mungkin seperti di masyarakat muncul praktek-praktek untuk melaksanakan ajaran agama cenderung lebih eksklusif. Jadi itu apakah dalam bentuk penampilan, apakah dalam bentuk kekhusyukan dan dalam kekelompokan,” terangnya.

“Ini menyebabkan ketegangan karena kemudian muncul lah bahwa yang kelompok ini tidak bergaul dengan kelompok yang lainnya,” sebutnya.

Saat muncul intoleransi itu lah dirinya menilai bisa berujung memunculkan radikalisme.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: