Trilogi : COVID-19, Ekonomi, dan Karya Sastra

Oleh : Elya Rahmawati Ramadhan

Penulis Adalah Mahasiswi Semester 3 Universitas Airlangga.

“Perekonomian Indonesia” apa yang kalian pikirkan saat mendengar atau membaca dua kata tersebut? Sebagian besar dari kalian pasti memikirkan hal yang sama. Perekonomian Indonesia sedang menjadi sorotan hampir seluruh rakyat Indonesia di tengah pandemi COVID-19 ini.

Virus tersebut menyebar dengan sangat pesat di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia.

Peningkatan jumlah korban COVID-19 di Indonesia membuat pemerintah melakukan berbagai cara untuk menangani penyebaran virus tersebut, salah satunya adalah pengadaan lockdown dengan tagline “dirumah saja” dimana hal tersebut tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.

Perokonomian yang menurun, banyaknya pengangguran, dan kemiskinan yang meningkat memperparah pandangan rakyat Indonesia bahwa perekonomian di negaranya semakin kedepan semakin memburuk.

Salah seorang jurnalis sekaligus penulis Indonesia, Sindhunata, pernah menyinggung perekonomian Indonesia melalui bukunya yang berjudul “Burung-Burung di Bundaran HI”.

Buku ini merupakan hasil dari peliputan dan pemikiran Sindhunata yang ditulis berupa feature-feature (tulisan hasil reportase (peliputan) mengenai suatu objek atau peristiwa) yang kemudian dijadikan satu.

Buku tersebut berisi seputar Kota Jakarta pada tahun 1970-an, dimana ia membahas tentang kehidupan rakyat menengah kebawah, perekonomian yang memburuk, dan kemiskinan yang merajalela.

Menariknya, meskipun menceritakan kehidupan pada 1970-an, keadaan perekonomian pada masa itu justru tidak jauh berbeda dengan keadaan perekonomian dimasa pandemi ini.

Tidak hanya di Kota Jakarta, namun juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Berikut adalah dampak yang disebabkan COVID-19 terhadap keadaan ekonomi masyarakat indonesia yang juga berhubungan dengan singgungan Sindhunata.

1. Perekonomian tidak berpihak pada rakyat kecil

Dalam bukunya, Sindhunata menulis “‘Milik’ inilah istilah mereka untuk rezeki. Mereka mengharapkan untung besar. Namun, karena mereka hanyalah pedagang kecil, susah selalu menyertai mereka.”

Ini berarti, rakyat kecil tak mendapat kesempatan untuk mendapatkan ekonomi yang lebih baik. Dimasa pandemi ini, semua orang berlomba-lomba untuk bertahan hidup.

Banyak usaha yang juga melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) terhadap para karyawannya sehingga menyebabkan semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia.

Tidak hanya itu, kebijakan Work From Home yang diterapkan oleh pemerintah juga merugikan pedagang kecil seperti Pedagang Kaki Lima (PKL) karena Berkurangnya jumlah pembeli.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: