Trilogi : COVID-19, Ekonomi, dan Karya Sastra

2. Pemerintah menjadi satu-satunya harapan

“Dari kenyataan ini kiranya tidak bisa kita berharap terlalu tinggi. Kecuali bila ada bantuan, siapa lagi kalau bukan dari pemerintah,” ujar Sindhunata dalam bukunya.

Saat ini, hanya uluran tangan pemerintah yang diharapkan oleh rakyat kecil tersebut. “Bantuan pemerintah” sebuah harapan besar dari dulu hingga sekarang dan tidak ada yang lain.

Ingin bekerja namun tidak ada lowongan. Ingin bekerja namun pendidikan rendah. Lantas pada apa lagi mereka bergantung jika bukan kepada pemerintah? Apalagi ditengah pandemi seperti ini, dimana kita harus bertahan hidup.

Tidak hanya dengan mencari nafkah namun juga bertahan dari virus yang mengancam kehidupan. Ya, memang bantuan sudah diberikan, namun itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup selama sebulan.

Tidak hanya itu, terkadang bantuan juga tidak tepat sasaran. Tidak diterima oleh yang seharusnya menerima itu.

3. Segala cara dihalalkan

Sulitnya bertahan hidup ditengah pandemi ini terkadang membuat beberapa orang rela melakukan apapun dan menghalalkan segala cara.

“Dari sini sudah segera terlihat bahwa menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) bukan karena keinginan mereka, tetapi merupakan akibat langsung atau tidak langsung dari penyakit masyarakat kita: kemiskinan dan lembaga perkawinan muda,” ujar Sindhunata dalam bukunya.

Dari sini, hal yang dapat kita ambil adalah kemiskinan dan kesulitan ekonomi yang membuat beberapa orang menghalalkan segala cara.

Tidak hanya PSK, banyaknya tindak kriminal di tengah pandemi seperti ini juga dampak dari kesulitan ekonomi tersebut, seperti maraknya pencurian sepeda motor serta pencurian hewan ternak warga.

Tidak hanya itu, pernikahan muda juga menjadi solusi lain agar beban orang tua berkurang.

Seperti kata Sindhunata “Jadi sebenarnya perkawinan muda yang sudah melembaga itu merupakan borok dari kemiskinan yang melanda kebanyakan penduduk Indramayu. Orang tua merasa ‘safe’, bila sudah kehilangan beban dengan mengawinkan anaknya. Barangkali ini adalah tindakan paling tepat untuk terhindar dari himpitan kemiskinan.”

Tingginya angka positif corona tidak menghalangi mereka para orang tua untuk menikahkan anaknya, tidak jarang pula mereka mengadakan resepsi pernikahan.

Pernikahan muda merupakan kebiasaan lama yang hingga saat ini masih berlaku di tengah masyarakat, dimana hal tersebut juga menimbulkan dampak seperti meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.

Disisi lain, kemiskinan akan tercipta lagi jika mereka yang menikah muda belum siap secara finansial, dan lebih buruknya banyak kasus kesulitan ekonomi yang berdampak Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) hingga perceraian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: