Sarinah dan Gerakan Ekonomi Perempuan

Sarinah dan Gerakan Ekonomi Perempuan

Oleh: Melda Imanuela (Sekretaris DPC PA GMNI Jakarta Selatan)

img 20211218 151849
Melda Imanuela

PERAN dan kontribusi perempuan menjadi faktor penting dalam menghadapi berbagai tantangan dalam upaya pemulihan, reformasi, serta transformasi ekonomi. Oleh sebab itu, penting untuk memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dalam perekonomian.

Di Indonesia, peranan perempuan dalam perekonomian semakin signifikan. Pada sektor UMKM, 53,76%-nya dimiliki oleh perempuan, dengan 97% karyawannya adalah perempuan, dan kontribusi dalam perekonomian 61%. Di bidang investasi, kontribusi perempuan mencapai 60% (Seminar Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, Kementeri Keuangan Ri, 2021).

Hal ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya peran perempuan dalam pembangunan, pemerintah Indonesia membidik empat sektor utama yakni di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta terkait pencegahan kekerasan. Di samping itu, langkah strategis disiapkan untuk mengatasi isu pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender, sekaligus mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG?s).

Pemberdayaan perempuan penting bagi perekonomian sebuah negara. Isu kesetaraan gender tidak hanya penting dari sisi moralitas, keadilan, tetapi juga sangat penting dan relevan dari sisi ekonomi.

Lebih jauh, pentingnya peran perempuan di bidang ekonomi itu diperkuat oleh data yang tertera dalam State of The Global Islamic Economy Report. Hal ini menunjukka peranan perempuan yang menjadi wirausahawan disebut bisa meningkatkan potensi kontribusi atas produk domestik bruto (GDP) global hingga USD5 triliun.

Dalam laporan The Global Gender Gap Index 2020 yang dirilis World Economic Forum, Indonesia di peringkat 85 dari 153 negara, dengan skor 0.70. Secara bertahap, dalam kurun 12 tahun, Indonesia bisa mempersempit kesenjangan gender sekitar delapan persen terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Namun, masih terlihat kesenjangan lebar dalam partisipasi ekonomi dan politik.

 

Mengurai Kesenjangan

KESENJANGAN acap kali merupakan produk diskriminasi, yakni perlakuan ketidakadilan selalu dirawat dalam setiap kebijakan publik dan domestik. Terlepas faktor mentalitas kebudayaan masyarakat yang pernah disinggung Koentjaraningrat (1974) dan Soemardjan (1982), sejatinya kesenjangan sosial, termasuk kesenjangan pendapatan laki-laki dan perempuan, lebih dilatari adanya hambatan struktural.

Kesenjangan pendapatan dan partisipasi kerja antara laki-laki dan perempuan bisa direduksi dengan tindakan kesengajaan. Selama ini, banyak studi yang membedah persoalan kemiskinan, dan ternyata posisi terburuk berada di tangan kaum perempuan.

Pemberdayaan perempuan, merujuk Friedman (1992), meliputi tiga hal pokok, yakni proses enabling (kemampuan menciptakan iklim yang memungkinkan potensi perempuan berkembang), empowering (kemampuan menguatkan potensi atau daya yang dimiliki perempuan), dan advocation (kemampuan melakukan perlindungan dan pemihakan kepada perempuan di perdesaan).

Masyarakat yang melangkah maju ke zaman baru seperti ke jaman kita, antara lain mengalami masa emansipasi wanita, yaitu usaha melepaskan diri dari peranan wanita yang terbatas dari sistem kekerabatan untuk mendapatkan status baru, sesuai dengan jaman baru, dalam keluarga dan dalam masyarakat besar. Perubahan pada sistem perekonomian dalam masyarakat tersebut membawa perubahan pada alokasi ekonomi keluarga. Dalam hal ini perempuan berubah karena peranan perempuan dalam bidang ekonomi berubah pula. Partisipasi wanita dalam dunia kerja, telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kesejahteraan keluarga, khususnya bidang ekonomi.

Jika kita mau melihat dari fakta yang ada dilapangan sering kali kaum perempuan (istri) menjadi penyelamat perekonomian keluarga. Fakta ini terutama dapat terlihat pada keluarga-keluarga yang perekonomiannya tergolong rendah, banyak dari kaum perempuan (istri) yang ikut menjadi pencari nafkah tambahan bagi keluarga. Pada keluarga yang tingkat perekonomiannya kurang atau prasejahtera peran istri tidak hanya dalam areal pekerja domestik tetapi juga areal publik. Ini di mungkinkan terjadi karena penghasilan sang suami sebagai pencari nafkah utama tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga.

Perempuan ternyata memiliki peranan yang penting dalam menyiasati serta mengatasi kemiskinan yang dialaminya sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya.
Meskipun kenyataannya, masih terjadi kesenjangan laki-laki dan perempuan mulai dari upah kerja. Perempuan di banyak negara rata-rata memiliki upah per jam jauh di bawah rekan kerja laki-laki mereka. Perbedaan upah ini bervariasi sebanyak 10-40%, dibandingkan dan dirata-rata dari seluruh penduduk yang bekerja dibagi berdasarkan gender.

Disamping itu, perempuan memiliki beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.

Di masa pandemi Covid-19, statistik dari Biro Tenaga Kerja Amerika Serikat menunjukkan, meski ada penambahan pekerjaan pada September, jumlah orang yang berhenti bekerja lebih banyak karena meningkatnya beban mengasuh. Mayoritas adalah perempuan di usia emas karir mereka. Dari 1,1 juta orang yang berhenti bekerja secara sukarela, 865 ribu adalah perempuan, sedangkan 216 ribu sisanya adalah pria.

Dalam konteks pandemi Covid 19, perempuan di seluruh dunia menghadapi dilema untuk memilih merawat anak yang belajar dari rumah dan melaksanakan tugas domestik, atau bekerja penuh waktu. Kondisi dilematis ini cenderung berdampak buruk pada karir perempuan ketimbang laki-laki.

Perempuan Indonesia masih mengalami kendala akses permodalan. Apabila, kendala itu bisa diatasi, perempuan akan memberi kontribusi signifikan untuk mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tak hanya dalam mengakses modal, perempuan juga menghadapi masalah dalam pengembangan keterampilan, seperti pengembangan produk, manajemen keuangan, tata kelola perusahaan dan pemasaran.

 

Gerakan Sarinah dalam ekonomi perempuan

BICARA tentang ekonomi perempuan di Indonesia maka menilisik kembali perjalanan sosok Mursia Zaafril Ilyas, Ibu Koperasi Indonesia yang pernah dipenjara. Beliau salah satu murid Sjahrir sekaligus pengagum berat Soekarno. Pada tahun 1970-an di Malang, Jawa Timur sudah mengenal arisan. Berbeda dengan arisan yang biasa dikenal sekarang, di mana para perempuan saling berkumpul untuk mengumpulkan uang dan bergosip, arisan pada zaman itu menjadi ajang untuk membahas topik penting. Gerakan arisan ini diprakarsai oleh seorang perempuan bernama Mursia Zaafril Ilyas.

Kemudian Mursia bersama 17 perempuan lainnya mengadakan pertemuan paling tidak sebulan sekali untuk membahas segala permasalahan. Topik yang biasa muncul adalah pemberdayaan perempuan dan bagaimana perempuan bisa mandiri secara ekonomi. Selain itu, mereka juga sering membahas masalah keuangan yang sedang mereka hadapi. Misalnya, harus mengeluarkan uang banyak untuk anaknya yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Melihat para anggota arisan tersebut sering mengalami masalah keuangan untuk memenuhi hal mendesak, Mursia pun memiliki ide untuk mengubah kelompok arisan ini menjadi perkumpulan simpan pinjam. Setelah menghadapi berbagai pro dan kontra, akhirnya Mursia berhasil mewujudkan sebuah perkumpulan simpan pinjam bernama Setia Budi Wanita.

Pada 1977, Mursia memiliki gagasan baru yaitu meningkatkan perkumpulan pra-koperasi tersebut menjadi sebuah koperasi. Dirinya mengaku memang sudah tertarik dengan koperasi sejak remaja. Menurut Mursia, rakyat bisa bergantung ke koperasi karena koperasi tidak pernah meninggalkan rakyat. Begitulah nilai yang Mursia percaya dan pegang teguh dalam pelaksanaannya.

Gagasan wanita kelahiran Pamekasan, Madura, tersebut mendapat tanggapan positif dari anggota pra-koperasi. Setelah mempersiapkan berbagai syarat-syarat yang diperlukan, akhirnya Koperasi Serba Usaha (KSU) Setia Budi Wanita Malang resmi berdiri pada 30 Desember 1977. Dokumen badan hukum koperasi yang beralamat di Jl. Trunojoyo, Malang, Jawa Timur, ini ditandatangani langsung oleh Menteri Koperasi saat itu, Bustanil Arifin.

Mursia remaja menempuh pendidikan di Yogyakarta dan aktif di berbagai organisasi. Perempuan yang menguasai tiga bahasa asing ini pernah bertemu dan berguru langsung dengan tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI), Sutan Syahrir. Bahkan, Sutan Syahrir pernah merekomendasikan dan memberi surat tugas kepada Mursia untuk bekerja sebagai sekretaris pribadi Bung Karno di Istana Kepresidenan Yogyakarta. Beliau dikenal sebagai Ibu Koperasi Indonesia.

Selain itu, penguatan ekonomi bisa kembali melihat dengan adanya program Jimpitan yang merupakan kegiatan pada masyarakat Jawa yang berupa pengumpulan beras atau uang yang dilakukan oleh anggota masyarakatnya dari satu rumah ke rumah lainnya pada malam hari (Surono, 2012:2).

Menurut Endraswara (2010: 15), dalam pandangan Jawa prinsip-prinsip keselarasan harus didahulukan terhadap hukum positif. Nilai-nilai inilah yang tercermin dalam program jimpitan, dengan masyarakat secara bersama-sama berpartisipasi dalam bergotong royong dan bahu membahu mewujudkan program jimpitan. Jimpitan yang pada awalnya hanya merupakan bentuk redistribusi pengumpulan beras dimasyarakat, kini telah mengalami perkembangan dalam proses dan mekanismenya yang mengarah pada proses-proses pemberdayaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan pembangunan lingkungan. Jimpitan tetap eksis di zaman modern. Tradisi ini menjadi solusi pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat yang enggan bersentuhan dengan jasa perbankan. Terlihat dibidang pertanian dimana perempuan melakukan tradisi jimpitan untuk menguatkan ekonomi keluarga.

Soekarno mengatakan, Negara Nasional yang kita dirikan, bukan negara burgerlijk, bukan pula negara sosialis. Revolusi Nasional yang kita jalankan, bukan revolusi burgerlijk, bukan pula revolusi sosialis. Bukan burgerlijk, oleh karena kita telah meliwati fase burgerlijk; bukan sosialis, oleh karena kita belum sampai kepada fase sosialis. Siapakah yang menjalankan Revolusi kita sekarang ini? Boleh dikatakan semua golongan masyarakat Indonesia menjalankannya: kaum pemuda terpelajar, kaum tani, kaum buruh, kaum pegawai, kaum bangsawan, kaum pedagang, dsb – semuanya ikut semuanya berjoang! Oleh karena itulah boleh dikatakan bahwa negara kita bukan milik sesuatu golongan, bukan monopoli sesuatu kelas…(Sarinah, 1947)

Dalam menjawab tantang jaman yang masih relevan pemikiran Soekarno mengenai konsep Trisakti memiliki visi mewujudkan kemandirian bangsa di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sedangkan Bung Hatta melalui Konsep Ekonomi Kerakyatan, yakni koperasi sebagai sokoguru dan tulang punggung ekonomi. Perjuangan Bung Karno dan Bung Hatta, dirumuskan sangat jelas dalam pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. Hal ini menegaskan bahwa ekosistem ekonomi berasaskan kekeluargaan wujudnya adalah koperasi.

Maka penting Sarinah berkontribusi dalam gerakan nyata dalam kemandirian dan peningkatan ekonomi perempuan di Indoesia. Bisa dilihat gerakan perempuan Indonesia tentang kemandirian dan pemberdayaan ekonomi perempuan.

Contoh penguatan Aisyiyah dimana Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam berbagai bidang sangat mendukung upaya pemberdayaan perempuan. Muhammadiyah memiliki berbagai amal usaha, salah satunya pengelolaan badan usaha di organisasi otonom. Melalui Organisasi Otonom yang bergerak dalam ranah keperempuanan yaitu ?Aisyiyah. BUEKA merupakan skema program pemberdayaan ekonomi umat yang diluncurkan oleh Pimpinan Pusat ?Aisyiyah. Skema dirancang untuk memberdayakan Ibu rumah tangga, minimal dapat mempunyai usaha mandiri seperti usaha yang berbentuk home industry. Sedangkan Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama resmi meluncurkan Madrasah Ekonomi Perempuan. Kegiatan itu diwujudkan dalam bentuk lokakarya intensif bersama para pakar dan pelaku usaha perempuan.

Dari paparan sebelumnya, mendorong Sarinah mulai berbenah diri soal konsep berdikari dalam ekonomi perempuan dengan mulai merumuskan program-program pemberdayan ekonomi. Misalnya dengan melakukan pemberdayaan UKM, koperasi, digitalisasi marketing, kewirausahaan, dan ekonomi kreatif yang bisa mulai menjadi gerakan nyata yang bisa berkontribusi menopang dan menguatkan gerakan sarinah yang mulai dari akar rumput membantu mewujudkan ekonomi kerakyatan. Selain itu terus berjejaring dengan pakar dan kelompok usaha perempuan serta dengan bersinergi dengan pemangku kebijakan baik didaerah dan nasional.

Dimana Ekonomi rakyat sendiri adalah kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terutama meliputi sektor primer seperti pertanian, peternakan, perikanan, sektor sekunder seperti pengolahan paska panen, usaha kerajinan, industri makanan, dan sektor tertier yang mencakup berbagai kegiatan jasa dan perdagangan, yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar dan membangun kesejahteraan keluarga tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat banyak.

Sistem Ekonomi Kerakyatan dengan demikian adalah sistem ekonomi yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat banyak melalui kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat mempergunakan sumber daya ekonomi yang dimiliki atau dikuasai oleh masyarakat sendiri. Dalam rumusan lain sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang mandiri, terbuka, dan berkelanjutan.
Maka perlu Sarinah mulai mendefinisikan pemerdayaan ekonomi perempuan sebagai upaya alternatif membebaskan perempuan dari kesenjangan ekonomi. (mel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: