Presiden Angkat Lagi Jenderal Jelang Pensiun di BNN, Disoroti

Pagu anggaran BNN tahun 2021 sebesar Rp 1.689.992.511.000 disetujui. Tambahan anggaran sebesar Rp 273.454.9 60.000 juga di-oke kan oleh wakil rakyat.

Banyak harapan tertancap dari institusi yang berdiri 2002, dari tidak punya anggaran hingga sekarang para pejabatnya mengalami “kemanjaan” fasilitas untuk melaksanakan tugas di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.

LSM yang pernah mendapat penghargaan dari UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) untuk “media against drugs”, kali ini mengkritisi “jabatan” yang seharusnya tidak diisi oleh pensiunan.

Soal polisi yang menjadi komandan Deputi Pemberantasan di institusi Badan Narkotika Nasional (BNN) saat ini. Yang kalau “turbulensi” ini terjadi di BNN, bisa membuat pengedar terbahak-bahak.

Kemarin, sempat ramai DPR Komisi III mengkritik BNN karena dinilai sampai saat ini BNN “miskin terobosan, padahal Narkoba di Indonesia ini telah memasuki tahap yang serius.

Anggaran besar BNN tak sebanding dengan kinerja.

BNN dianggap tidak memiliki dampak yang signifikan maka BNN bisa saja dievaluasi dan dibubarkan sehingga kewenangan penanganan narkotika diserahkan ke Polri saja.

“Masak negara kalah dengan bandar narkoba. Kalau BNN tidak mampu menjadi alat memerangi narkoba, nyatakan saja tidak mampu. Biar kita bubarkan saja, kita cari alat yang lain,” ujar para anggota DPR, seperti paduan suara koor, kemarin.

Karena BNN saat ini dianggap institusi yang dipegang oleh “pilot” enggak “ngerti” permasalahan narkoba atau tak punya latar belakang hal itu.

Dua minggu belakangan ini, di situasi pandemic Covid-19 dan masalah narkoba yang juga dalam status darurat. Dalam situasi “darurat” semacam ini, kok sampai Kepres dan Telegram Polri menimbulkan “gaduh”.

BNN sampai harus bergantung pada satu figur, yang memang dikenal berintegritas di dalam pemberantasan. Padahal kenyataannya, sosok atau figur yang mumpuni “berserak” hanya memang terpendam atau tak punya networking di internal.

Sekneg beralasan tak mendapat nama yang “kompeten” untuk posisi Deputi Pemberantasan. Hanya ada satu nama yang layak untuk posisi itu. Padahal, hal ini tak mungkin. Sudah menjadi syarat, ada tiga nama diajukan untuk turunnya Keppres. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: