Pemerintah Terpaksa Kurangi Ribuan Penerima BPJS Gratis

Menteri Keuangan Sri Mulyani (ist)

EDITOR.ID, Jakarta,- Keputusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia membatalkan Perpres yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan berimbas kemana-mana. Dampak yang mengerikan nasib Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bakal kian defisit dan kemungkinan akan dievaluasi. Entah organisasinya atau sistem jaminan ke rumah sakit.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku ragu BPJS Kesehatan bisa sustain dengan kondisi keungan yang negatif.

“Ya nanti kita lihat bagaimana BPJS (Kesehatan) bisa sustain dari sisi keinginan memberikan jasa kesehatan masyarakat secara luas namun dari sisi keuangan mereka, sampai dengan akhir Desember 2019, meski sudah saya tambahkan Rp 15 triliun, kondisi keuangan BPJS masih negatif hampir sekitar Rp 13 triliun,” ujar Ani demikian Sri Mulyani akrab disapa di Jakarta, Senin (9/3/2020).

Dampak lainnya, pascaputusan MA tersebut, maka Kemenkeu perlu menarik kembali tambahan talangan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Artinya warga penerima BPJS gratis akan dikurangi jumlahnya. Hal ini juga seiring semakin banyaknya data perubahan warga yang tak seharusnya menerima bantuan dari pemerintah karena secara ekonomi mereka sebenarnya mampu membayar iuran.

Itu dilakukan agar tidak menjadi catatan saat audit laporan keuangan pemerintah oleh BPK.

Bukan itu saja, mantan Direktur Bank Dunia ini mengungkapkan resiko lain dari pembatalan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan ini berbahaya bagi APBN dan keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pasalnya implikasi dari itu semua adalah terbatasnya ruang fiskal pemerintah.

Sebelumnya MA membatalkan kenaikan iuran BPJS dalam putusannya. Keputusan itu berlaku setelah adanya judicial review yang dilakukan atas kebijakan pemerintah tersebut.

Pada pasal 34 ayat 1 Perpres yang mengatur menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP).

Pasal itu menaikkan iuran kelas III sebesar Rp 42.000 per bulan, kelas II sebesar Rp 110.000 per bulan dan kelas I sebesar Rp 160.000 per bulan.

MA menyatakan pasal 34 ayat 1 dan 2 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Dengan keputusan itu maka otomatis iuran BPJS Kesehatan mau tidak mau mesti kembali kepada skema awal, yakni iuaran kelas III sebesar Rp 25.500 per bulan, iuran kelas II sebesar Rp 51.000 per bulan, dan iuran kelas I sebesar Rp 80.000 per bulan.

Sementara itu anggota Komisi IX dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay tetap meminta pemerintah tetap memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ada meski iuran BPJS batal dinaikkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: