Melawan Lupa: Kisah Tukang Release Universitas Jember

Sebelum tahun 70an saya sudah akrab dengan awak media. Ada Abdullah, Umar BSA, Kadir SAS, Harinto, Sidiq dan Sakim yang pemilik Pustaka Sakim. Di kalangan media elektronik ada Taslim Sunarto dan Imam Santoso dari RRI. Sedangkan crew RKPD yang saya ingat ada Saiful Bari, Budiantoko dan Hariadi. Saya akrab dengan mereka karena saya seperti mereka sesama pekerja pers.

Kepala Humas Unej di Era Tahun 1990an Imam Soebagio Sosok Wartawan Tangguh

Jakarta, EDITOR.ID,- Universitas Jember adalah salah satu Perguruan Tinggi di Jawa Timur yang sukses melahirkan lulusan yang menduduki berbagai profesi di tanah air. Meski lokasinya di ujung Jawa Timur, namun kampus ini menjadi salah satu favorit dan pilihan bagi calon mahasiswa.

Kebesaran nama Universitas Jember tak lepas dari cara dan strategi mengolah publikasi yang efektif dan cerdas. Salah satu sosok dalam sejarah perjalanan Universitas Jember yang pernah menukangi publikasi dan penyebaran kabar tentang kampus di kota tembakau ini adalah Imam Soebagio. Beliau adalah Kepala Humas Universitas Jember di era tahun 1990-an.

Sebelum bergabung menjadi PNS di Universitas Jember, Imam Soebagio pernah malang melintang menjadi wartawan di Majalah kesohor tanah air, Majalah Mingguan TEMPO.

Pak Bagio, panggilan akrabnya, lahir di Bondowoso, 12 Februari 1945. Sejak kecil ia memang suka menulis. Ketika masih duduk di SMP, Pak Bagio sudah aktif menulis di berbagai media.

Bahkan cita-citanya menjadi wartawan akhirnya terkabul. Pak Bagio menulis di sejumlah media saat itu. Diantaranya di Panyebar Semangat, walaupun hanya di rubrik Opo Tumon.

Memulai karir wartawan di Sket Masa asuhan Amak Syarifudin setelah lulus Kursus Tertulis Wartawan Usaha Modern.

Ia tercatat sebagai jurnalis dari di Harian Suara Indonesia, Mingguan El Bahar (Jakarta), La Patria (Surabaya), Sinar Kota (Surabaya), Harian Merdeka (Jakarta). Kemudian terakhir bergabung dengan Majalah Berita Mingguan Tempo di bawah asuhan Goenawan Mohamad.

Pengalaman jurnalistik inilah yang memperkaya batin, pengalaman, pengetahuan dan banyak sahabat. Bahkan mampu memberikan fondasi Humas Universitas Jember sebagai tempat mengabdi sebagai PNS sampai akhir masa pengabdian.

Berikut testimoni Pak Bagio tentang bagaimana sejarah ia menjadi tukang Release saat menjabat di Humas Universitas Jember:

Sebelum tahun 70an saya sudah akrab dengan awak media. Ada Abdullah, Umar BSA, Kadir SAS, Harinto, Sidiq dan Sakim yang pemilik Pustaka Sakim.

Di kalangan media elektronik ada Taslim Sunarto dan Imam Santoso dari RRI.
Sedangkan crew RKPD yang saya ingat ada Saiful Bari, Budiantoko dan Hariadi

Saya akrab dengan mereka karena saya seperti mereka sesama pekerja pers.

Pernah saya ceritakan, saya diangkat PNS sejak 1 Januari 1964 walau cita-cita saya sebenarnya pengen jadi wartawan.

Rektor Bapak Soetardjo yang mengetahui potensi saya, saya dipindah dari Fakultas Sospol ke Kantor Pusat Universitas Jember.

Tugas saya mengabarkan aktifitas kampus yang dinilai kurang.

Gayungpun bersambut karena saya memang suka menulis. Lagian saya akrab dengan awak media.

Apapun saya tulis agar kampus tidak seperti katak dalam tempurung. Persami Pramuka saya tulis, Diklat Menwa saya beritakan, studi banding mahasiswa saya kabarkan.

Bahkan kelulusan sarjana pun saya kirimkan untuk press release. Dilain fihak media suka dengan berita-berita kampus.

Salah satu press release yang tak terlupakan adalah lulusnya Liakip, aktifis mahasiswa Fakultas Ekonomi tahun 1977. Liakip mahasiswa angkatan ketiga Fakultas Ekonomi Universitas Jember adalah lulusan pertama. Sayang saya lupa judul skripsinya.

Beritanya menjadi unik karena para seniornya mengancam menceburkan Liakip ke Kali Bedadaung kalau lulus. Kelak, tahun 1997- 2003 Liakip terpilih jadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Jember.

Press Release yang saya buat diketik rangkap 4 diatas kertas dorslag setengah folio. Setiap hari dengan bersepeda saya kirim ke RRI, RKPD, PWI dan Derap Pembangunan. Siang harinya jam 12.30 disiarkan dalam Berita Daerah oleh RRI Jember. Pada jam 18.00 RKPD juga membacakan berita seputar Jember termasuk berita kampus.

Pembantu Rektor II Bapak Agus Mazwan, SH mengetahui saya setiap hari mengantar press release bersepeda engkol. Beliau kemudian meminjamkan mobil dinasnya Holden selama satu jam tiap harinya untuk mengantarkan press release. Sopirnya saya ingat namanya Bandi.

Dalam perkembangan berikutnya saya mendapat sepeda motor dinas merk Honda ber nopol P-4100. Maka setiap hari saya bisa keliling ke Fakultas Pertanian di Patrang, Fakultas Hukum di Patrang, Fakultas Sastra di Pagah dekat Jembatan Djarwo atau FKIP di Mangli. Keperluannya mencari berita. Pada waktu itu Kantor Pusat, Fakultas Sospol dan Fakultas Ekonomi masih di Jalan Veteran 3 tepatnya di Societeit.

Untuk kelancaran tugas saya melengkapi diri dengan toestel merk Zenith buatan Rusia. Toestel (namanya sekarang Camera) punya Bapak saya. Kalau ada even bagus saya potrek hitam putih. Berita dan fotonya saya kirim ke media, setidaknya ke Derap Pembangunan terbitan PWRI Besuki. Karena aktifitas inilah teman-teman wartawan menjuluki saya “tukang release”.

Buka Siapa Pencipta Logo Unej

Sosok Imam Soebagio juga dikenal tokoh yang membuka siapa sebenarnya pencipta logo Universitas Jember.

Namun sejarah tak hanya tentang orang besar, sebab banyak tokoh kecil yang justru jasanya tak kalah besar. Sebagai contoh, mungkin tak banyak yang tahu siapa pencipta lambang Universitas Jember?

Pada saat menggali data dan informasi, tim penyusun buku tentang Unej mendapat informasi dari mantan Kepala Humas Universitas Jember, Imam Soebagio, jika pencipta lambang Universitas Jember adalah Ketut Sugama.

Informasi ini diketahuinya sebab di tahun 1964 ada seminar nasional di Universitas Djember dan membutuhkan spanduk yang kala itu harus dilukis di kain bagor.

“Di tahun 1964 kebetulan saya sudah bekerja di UNED. Dan Pak Ketut Sugama yang dikenal pintar melukis diminta membuat spanduk kegiatan sekaligus lambang UNED,” jelas Imam Subagio kepada Tim penyusun buku.

Terbukti dikemudian hari Pak Ketut lantas terkenal sebagai pelukis Jember yang juga mendirikan sanggar pelukis cilik bagi anak-anak Jember.

Informasi ini lantas ditelusuri oleh tim penyusun kepada keluarga almarhum Ketut Sugama. Ternyata informasi ini dibenarkan oleh putri keduanya, Made Dianawati Ayakrawati.

“Memang Ayahanda kami pernah bercerita jika lambang Universitas Jember tersebut diciptakannya semasa menjadi mahasiswa. Namun sayangnya beliau tak pernah bercerita mengenai serba serbi di balik penciptaan lambang tadi,” ujar Made Dianawati yang kini membesarkan galeri peninggalan Ketut Sugama. (tim)

Leave a Reply