Kisruh Pasokan Gas Cisem, Pemerintah Tak Satu Suara

ilustrasi pemasangan pipa gas

EDITOR.ID, Jakarta,- Nasib kelanjutan proyek Pipa Transmisi Gas Cirebon-Semarang (Cisem) masih tak kunjung jelas. PT Rekayasa Industri (Rekind) sebagai pemenang lelang sejak 15 tahun lalu telah menyatakan mundur pada Oktober 2020. Namun hingga kini pemerintah pun belum satu suara terkait pengelolaan proyek ini ke depannya.

Adapun salah satu alasan yang membuat Rekind sebelumnya tak kunjung membangun pipa ini yaitu karena belum adanya kepastian pasokan gas sejak hasil lelang ditetapkan pada 2006 lalu.

Menanggapi pasokan gas untuk Pipa Transmisi Gas Cisem ini, kini Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan pasokan gas untuk pipa transmisi ini aman dan tersedia.

Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengatakan, yang terpenting saat ini adalah harus adanya kepastian pasar atau permintaan, mengingat Pipa Cisem ini cukup panjang dan memerlukan investasi besar.

Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), proyek Pipa Cisem ini diperkirakan membutuhkan biaya hingga Rp 5,3 triliun.

“Gas untuk Pipa Cisem, kita pastikan pasokan gas 2022-2025 ada. Jadi yang penting adalah berapa real demand yang benar-benar dibutuhkan,” paparnya dalam konferensi pers SKK Migas Kuartal I 2021, Senin (26/04/2021).

Pembangunan Pipa Cisem, baik dengan dana APBN melalui penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun swasta, menurutnya akan tetap memperhitungkan masa pengembalian modal (pay back period), sehingga akan mempengaruhi besaran biaya transmisi yang akan dibebankan ke pembeli gas.

“Yang utama demand berapa, volume berapa, dan harga berapa, transmisi cost berapa. Di sisi hulu, kewajiban kita penuhi, ada gas dari 2022-2025,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan keberadaan pipa transmisi gas ini akan membantu jika di salah satu wilayah mengalami kelebihan pasokan, maka bisa dialirkan ke daerah lainnya yang membutuhkan.

Misalnya, dia mengatakan, mulai 2020 Jawa Timur (Jatim) diperkirakan akan mengalami kelebihan pasokan gas. Bila pasar di Jawa Timur sudah terpenuhi, maka kelebihan pasokan gas bisa dialirkan ke bagian Barat.

“Dari gas balance (neraca gas), Jabar yang butuh tambahan dari luar, apakah bentuk LNG lewat regasifikasi atau alirkan dari Jatim. Di 2021 agak mepet, beberapa proyek tertunda, tapi di 2022 akan ada kelebihan pasokan,” paparnya.

Dia pun mengatakan, dalam beberapa tahun ke depan sumber gas di Jatim akan tumbuh terus, sehingga akan terjadi kelebihan pasokan gas di Jatim. Namun menurutnya, penyerapan gas akan tergantung dari kebutuhan industri, apakah akan berkembang di Jatim atau akan dialirkan ke Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sempat mengeluhkan susahnya memperoleh akses gas untuk industri di Jawa Tengah, padahal permintaan industri di Jawa Tengah kini melimpah.

Namun sayangnya, tidak adanya akses pipa transmisi, terutama dari proyek Pipa Cisem ini, membuat Jateng kesulitan memperoleh gas.

Kelanjutan proyek Pipa Cisem pun hingga kini belum jelas nasibnya. Setelah Rekind menyatakan mundur, internal pemerintah pun masih berseberangan dan tak satu suara terkait pengelolaan pipa ini ke depannya.

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menginginkan pemenang kedua lelang sesuai hasil lelang 2006 yakni PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) yang melanjutkan proyek ini menggantikan Rekind.

Namun di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan agar proyek ini diambil alih pemerintah dan dikerjakan melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Muhammad Idris Froyoto Sihite, Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM, mengungkapkan bahwa keputusan Kementerian ESDM melanjutkan proyek Pipa Cisem dengan menggunakan dana APBN ini dengan tujuan tak lain dan tak bukan adalah untuk percepatan dan kepastian keberlanjutan proyek, termasuk kepastian pasokan gas.

“Poin-nya yaitu kalau di-handle dengan APBN yang pasti untuk percepatan dan kepastian keberlanjutan proyek. Paling cepat dibangun ya pakai APBN,” ungkapnya di Jakarta, Jumat (23/04/2021) sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia.

Dengan diambil alih pemerintah, maka nantinya pemerintah bisa memberikan penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara atau lainnya untuk mengerjakan proyek ini.

“Untuk percepatan pembangunan infrastruktur, Menteri bisa beri penugasan kepada BUMN dan sebagainya dengan kondisi tertentu,” ujarnya.

BPH Migas pun tak tinggal diam, lembaga pengatur hilir migas ini berencana akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal duduk perkara proyek pipa ini. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: