Isu PKI dan Rekonsiliasi Kultural ala NU

Dalam kondisi seperti ini, warga NU semakin dekat dengan warga eks PKI. Mereka sama-sama merasakan hidup dalam ketertekanan. Akibatnya proses rekonsiliasi antara keduanya semakin berjalan secara cepat karena adanya perasaan senasib. Dengan kedekatan emosional yang seperti ini mereka semakin mudah untuk memaafkan (Long & Brecke, 2003). Ikatan emosional yang makin kokoh karena tumbuhnya perasaan senasib ini, membuat warga NU semakin dekat dengan para eks PKI. Bahkan beberapa eks PKI yang pulang dari tahanan diberi pekerjaan oleh para kyai dan warga NU, karena rata-rata mereka kesulitan mencari kerja akibat stigma negatif sebagai eks PKI.

Kondisi ini kemudian diperkuat Gus Dur melalui berbagai tindakan politik. Proses islah kultural yang terjadi secara diam-diam tersebut diangkat kepermukaan oleh Gus Dur sehingga jangkauan dan spektrumnya menjadi semakin luas. Akibatnya banyak anak-anak PKI yang bisa menduduki jabatan strategis, menjadi pejabat publik, profesional dan sebagainya. Secara faktual, di era reformasi ini, sudah hampir tidak ada perbedaan hak baik secara sosial maupun politik terhadap anak-anak PKI.

Apa yang terjadi menunjukkan, rekonsiliasi (islah) sedah terjadi dan berjalan secara baik. Pproses islah ini terjadi secara alamian dan kultural tanpa ada tuntutan, tekanan, apalagi pendiskreditan. Pola rekonsiliasi kultural seperti ini jauh lebih efektif dan lebih mudah dilakukan, karena secara sosiologis ada kedekatan kultural antara masayrakat eks PKI dengan warga NU. Selain itu, secara sosiologis masyarakat Indonesia akan lebih nyaman menggunakan cara-cara dan pendekatan kultural dari pada yuridis-formal, apalagi politis. Ada baiknya pola-pola seperti ini lebih ditonjolkan dan dieksplorasi lebih lanjut, daripada mengedepankan aspek historis-politis.

Penyelesaian konflik secara kultural ini tidak saja bisa merajut serpihan hati yang retak dan relasi sosial yang putus tetapi juga bisa membangun integrasi nasional yang kokoh yang bisa memperkuat fondasi kebangsaan sehingga bisa menyelamatkan Pancasila sebagai dasar negara dari ancaman kehancuran. Kita memiliki sumberdaya sosial dan kultural yang cukup yang bisa dijadikan pijakan untuk melakukan rekonsiliasi. Karena jelas, rekonsiliasi bukan semata-mata persoalan prosedur atau pengakuan, rekonsiliasi adalah persoalan hati yang tak layak dipolitisasi. Rekonsiliasi kultural ala NU ini tidak saja bisa menyembuhkan luka sejarah tetapi juga bisa menemperkuat daya tolak masyarakat terhadap politisasi issu PKI yang dilakukan para politisi, sebagamana yang terjadi saat ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: