Isu PKI dan Rekonsiliasi Kultural ala NU

Contoh lain yang bisa ditunjuk adalah apa yang dilakukan oleh KH. Abd. Rochim Sidik yang pernah menjadi ketua NU dan MUI Blitar. Beliau dengan beberapa kyai NU lainnya mempelopori gerakan mengasuh anak-anak yatim yang bapaknya menjadi korban PKI 65. Melalui gerakan ini ratusan anak yatim PKI disekolahkan, dimasukkan pesantren dan dididik oleh para kyai dan warga. Dengan cara ini banyak anak-anak PKI yang sukses menjadi pegawai negeri, pengusaha, politisi dan sebagainya. Atas perlindungan para kyai ini anak-anak PKI bisa lolos dari tekanan Orde Baru yang sangat ketat dengan sistem Litsusnya.

Bukti lain yang mencerminkan terjadinya rekonsiliasi sosial antara Kyai dan warga NU dengan massa PKI terjadi di Pekalongan. Setelah peristiwa G 30 S, para kiai di Pekalongan banyak mendirikan mushalla di pintu-pintu masuk kampung/desa yang ada di sepanjang jalan Pekalongan-Banjarnegara yang menjadi basis PKI. Salah seorang yang melakukan tindakan tersebut adalah KH. Anwar Amin (ayah dari Asif Qalbihi, Bupari Pekalongan (2016-2021). Hal ini dilakukan dengan dua tujuan utama yaitu menjadi tempat ibadah kaum muslim yang ada di desa tersebut dan sekaligus untuk melindungi orang-orang PKI yang ada di desa tersebut dari gerakan pembersihan yang dilakukan oleh aparat Orde Baru. Dengan adanya mushalla di desa tersebut, maka akan menghapus image sebagai desa yang menjadi basis PKI. Selain itu, dengan adanya mushalla-mushalla tersebut, warga masayarakat yang jadi anggota PKI juga bisa menyembunyikan identitas mereka dengan menjadi muslim yang baik.

Menurut ceritera Asif kepada penulis , selain mendirikan mushalla di pintu masuk desa, beberapa kiai di Pekalongan juga melindungi orang-orang PKI di desa-desa dengan cara mengangkat mereka menjadi pegawai di Koperasi NU atau lembaga lainnya. Seperti yang dilakukan oleh KH. Anwar Amin yang mengangkat salah seorang PKI menjadi juru tulis koperasi NU karena orang tersebut pandai mengetik. Selain itu, para kiai juga memberikan kesempatan kesempatan pada anak-anak PKI untuk belajar di pesantren. Dengan kata lain, pada saat itu, para kyai NU membuka peluang seluas-luasnya kepada massa PKI untuk masuk dan berlindung ke dalam NU.

Ada dua alasan utama yang mendorong para kiai NU di Pekalongan ini bersikap melindungi rakyat yang menjadi simpatisan PKI; pertama, karena para kiai melihat bahwa banyak rakyat yang tidak tahu apa-apa tentang PKI. Mereka masuk menjadi anggota PKI hanya kerena ikut-ikutan. Terhadap orang-orang yang seperti ini, maka tidak layak mereka dipersekusi bahkan perlu dilindungi. Kedua, para kiaia sadar bahwa konflik harus segera diakhiri karena hal itu akan merugikan semua pihak. Oleeh karena itu, para kiai segera memutus mata rantai konflik tersebut dengan secepat mungkin melakukan rekonsiliasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: