Anwar Usman Ungkit Balik Konflik Kepentingan Saldi Isra dalam Sidang Batas Usia Hakim MK

Anwar Usman pun melawan. Ia membongkar balik dugaan konflik kepentingan yang selama ini dilakukan oleh koleganya, Saldi Isra dalam memutus perkara di MK.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/Spt (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

“Jadi sejak zaman Prof Jimly, mulai tahun 2003 sudah ada pengertian dan penjelasan mengenai conflict of interest,” kata Anwar.

Di era kepemimpinan Hamdan Zoelva, terdapat pula Putusan Nomor 97/PUU- XI/2013, Putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perppu MK.

“Maka, berdasarkan yurisprudensi di atas dan norma hukum yang berlaku, pertanyaannya adalah: apakah sebagai Hakim Konstitusi dan Ketua MK, saya harus mengingkari putusan-putusan terdahulu, karena disebabkan adanya tekanan publik, atau pihak tertentu atas kepentingan tertentu pula?” kata Anwar.

Kemudian hal serupa pada putusan Nomor 48/PUU-IX/2011, Putusan Nomor 49/PUU- IX/2011 di era Kepemimpinan Mahfud MD. Putusan Nomor 97/PUU- XI/2013, hingga putusan Perkara 53/PUU- XIV/2016, Putusan Nomor 53/PUU-XIV/2016 di era kepemimpinan Arief Hidayat.

Anwar menjelaskan gugatan di MK merupakan gugatan atas norma, bukan atas subyek atau kasus spesifik, sehingga tak bisa dikategorikan memuat konflik kepentingan.

Ia menyadari bahwa gugatan batas usia capres-cawapres bermuatan politik tinggi. Namun, dia dengan pengalaman 40 tahun sebagai hakim mengklaim selalu patuh pada asas dan ketentuan yang berlaku.

“Secara logis, sangat mudah bagi saya untuk sekadar menyelamatkan diri sendiri, dengan tidak ikut memutus perkara tersebut. Karena jika niat saya dan para hakim konstitusi, untuk memutus perkara tersebut, ditujukan untuk meloloskan pasangan calon tertentu, toh, juga bukan kami yang nantinya punya hak untuk mengusung calon, dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyatlah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum,” jelasnya.

Dia pun mengklaim tidak ada konflik kepentingan dalam memeriksa dan memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia minimal capres-cawapres.

“Sedari awal, sejak menjadi Hakim dan Hakim Konstitusi, saya mengatakan, bahwa, jika seorang Hakim memutus tidak berdasarkan hati nuraninya, maka sesungguhnya, dia sedang menghukum dirinya sendiri, dan pengadilan tertinggi sesungguhnya adalah pengadilan hati nurani,” ucap dia.

“Oleh karena itu, saya tidak pernah takut dengan tekanan dalam bentuk apapun, dan oleh siapapun dalam memutus sebuah perkara, sesuai dengan keyakinan saya sebagai Hakim yang akan saya pertanggungjawabkan kepada Allah,” imbuhnya.

Adapun Anwar Usman diduga terlibat konflik kepentingan karena ikut mengadili perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang didaftarkan oleh pengagum Gibran Rakabuming, Almas Tsaqibbiru.

Pemohon meminta syarat minimum usia capres-cawapres 40 tahun dalam UU Pemilu diubah karena menghalangi Gibran untuk melaju pada Pilpres 2024.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: