Anang Iskandar : Penyalahguna Narkoba, Dipenjara atau Direhabilitasi?

Kala itu Nixon, memimpin perang melawan narkotika dengan strategi memenjarakan siapa saja yang terlibat narkotika, tidak pandang bulu bagi penyalah guna maupun pengedar.

Strategi “gagal perang” dari pimpinan Amerika tersebut, saat ini seakan diimplementasi di Indonesia. Model “perang” melawan narkotika, dengan memenjarakan penyalah guna.

Artinya, cara memerangi narkotika di Indonesia saat ini, sama persis dengan cara yang menyebabkan gagalnya Amerika. Bukan untuk menakuti, tapi kiranya membuat kita menyimak cerita buruk, bagaimana AS, dalam memimpin perang melawan narkotika kala itu.

Kenapa implementasi “perang” melawan narkotika di Indonesia, menggunakan strategi “gagal”nya perang melawan narkotika pimpinan Amerika kala itu ?

Padahal, strategi “perang” melawan narkotika berdasarkan UU Narkotika sudah jelas. Yang berlaku adalah, merehabilitasi, penyalahguna narkotika agar sembuh.

Dan, poin dari UU Narkotika memenjarakan pelaku peredaran gelap narkotika. Kita harus memutus jaringan peredaran gelap-nya.

Mengapa penegak hukum dan masyakat menafsirkan penyalah guna, semata mata sebagai kriminal saja? Sehingga, “pemakai” harus dihukum penjara agar punya efek jera, biar kapok ?

Jika kejadiannya semacam ini, menyebabkan “sakau” bareng dalam penjara. Maka, ini sama saja mendengar “oknum” yang memberi dampak, bisa meluluh lantakkan Lapas

Apa tidak tahu, bahwa rehabilitasi itu bentuk hukuman pokok sama dengan pidana mati, pidana penjara, denda, kurungan dan pidana tutupan ?

Apa tidak tahu, kalau penegak hukum diberi kewenangan untuk menempatkan penyalahguna dalam lembaga rehabilitasi selama proses penegakan hukum pada semua tingkat pemeriksaan ?

Apa tidak tahu, kalau hakim diberikan kewenangan mutlak untuk menjatuhkan hukuman rehabilitasi baik terbukti salah maupun tidak terbukti bersalah ?

Kesalahan penafsiran dalam mengimplementasikan UU narkotika yang berlaku saat ini, bisa menjadi “kriwikan dadi grojokan”.

Dalam budaya Jawa istilah kriwikan dadi grojogan merupakan peribahasa yang artinya masalah kecil menjadi besar. Menjadi besar bukan karena memang sesuatu yang amat penting tetapi karena salah dalam pemecahan dan banyak yang ikut bicara dan ingin ikut memecahkan yang justru memperkeruh masalah.

Dosa Turunan?

Maka, kalau sekarang kita sering mendengar istilah “darurat narkotika”. Itu hanya “dosa turunan”.

Apabila tidak dilakukan perubahan cara menangani penyalahguna, bisa jadi 10 tahun yang akan datang Indonesia mengalami “bencana narkotika”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: