Selain imbal hasil tinggi, lanjutnya, faktor yang menghancurkan kinerja keuangan Jiwasraya dari penerbitan JS Saving Plan juga karena ini akhirnya menjadi produk berskema ponzi atau gali lubang tutup lubang.
Dia menambahkan, skema ponzi dalam JS Saving Plan terjadi karena kinerja pengelolaan investasi Jiwasraya tidak mampu menutupi tingginya janji imbal hasil.
Sampai akhirnya di satu titik, Jiwasraya sudah tidak mampu membayar pokok dan bunga investasi yang ditanam nasabah sampai saat ini.
Ini juga terjadi di lembaga asuransi atau menyangkut dana pensiun di lembaga-lembaga yang lain. Misalnya ternyata juga terjadi di Asuransi Asabri yang katanya potensi kerugiannya mencapai 10 hingga 16 triliun rupiah.
Atau juga jika terjadi di PT. Taspen yang diinformasikan memiliki pertumbuhan investasi saham minus 23 persen dalam dua tahun terakhir.
Benarkah jebolnya keuangan di BUMN ini karena penempatan (placement) dana investasi perusahaan pada saham-saham yang berkinerja buruk?
Penempatan dana perusahaan yang ceroboh dan keliru ini disengaja atau tidak? Apakah memang penempatan dana korporat yang salah ini disengaja karena ada yang ingin mengambil keuntungan secara pribadi?
Kejagung Akan Bongkar Jiwasraya Jilid II
Kejaksaan Agung maju terus dan tak mengenal kompromi. Kabar terakhir yang menggegerkan sejumlah kalangan institusi ini akan membongkar kasus Jiwasaya Jilid II. Konon kabarnya ada sederet nama besar dan ada nama Baru yang selama ini belum dibidik oleh tim Penyidik dalam mega skandal korupsi Jiwasraya.
Penyidik Kejaksaan Agung juga telah melakukan menyita aset Asuransi Jiwasaya sebesar Rp 18,4 triliun. Nilai ini lebih tinggi dari nilai kerugian investasi Jiwasraya yang ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp 16,8 triliun.
Sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia, aset tersebut terdiri dari berbagai aset dari enam terdakwa kasus Jiwasraya, baik berupa sertifikat tanah, kendaraan, tambang emas, perhiasan, hingga penangkaran ikan arwana.
Lantas bagaimana nasib dari aset-aset yang sudah disita ini?
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Hari Setiyono menuturkan, nantinya aset yang disita akan dibuktikan di persidangan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelum ditetapkan sebagai barang sitaan milik negara.
“Untuk aset yang disita nanti tergantung pembuktian apakah seluruhnya atau sebagian akan dirampas untuk negara atau sebagian dikembalikan darimana aset tersebut disita jika tidak terkait perkara,” kata Hari Jumat (18/9/2020).