Sekolah di Tangsel Masih Banyak Pungli

Ilustrasi

Pihak Inspektorat memastikan pihak Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Pucung 02 melanggar aturan soal pungutan uang kepada wali murid, seperti yang diungkapkan oleh Rumini. Uang les komputer yang diminta pihak sekolah adalah pungutan yang tak sesuai aturan

Hasil investigasi tersebut di antaranya adalah kebenaran adanya mekanisme yang salah terhadap pungutan yang dinamakan iuran atau les komputer.

SDN Pondok Pucung 02 selaku pihak yang menarik pungutan diharuskan mengembalikan semua uang yang dipungut dari wali murid yang nilainya mencapai Rp2,2 miliar.

Iuran les komputer tersebut telah terjadi dari 2012 dan jumlahnya sebesar Rp20 ribu. Berdasarkan data Daftar Kelompok Didik (Dapodik) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Tangsel dari tahun 2015 hingga 2018, jumlah Dapodik 2.296 murid.

Jika setiap bulannya 2.296 murid mengumpulkan uang kurang lebih Rp 49,2 juta, maka jika pungutan tersebut dilakukan selama 4 tahun, dapat diasumsikan uang yang harus dikembalikan pihak SDN Pondok Pucung 02 lebih dari Rp2,2 miliar

Tak berhenti sampai di kasus SD Pucung, belum lama ini sekitar bulan Oktober 2019 praktik dugaan pungli di kota Tangerang Selatan, kembali terjadi. Kali ini alumni SMPN 4 Tangerang Selatan diancam tak memperoleh ijazah, sebelum melunasi sejumlah kewajiban permintaan dana yang telah disepakati sebelumnya.

Orang tua murid menceritakan sangat gamblang, bagaimana sekolah terkesan ‘memaksa’ orang tua untuk menyetorkan sejumlah biaya-biaya yang disebut sekolah sebagai donasi.

Saat siswa masuk sudah ditanya kemampuan untuk membantu sekolah, saat itu ada orang tua yang berani membayar hingga Rp5juta agar putra putrinya bisa masuk kelas bakat istimewa.

Bahkan tak berhenti pada tahap awal pra penerimaan siswa baru, dia sebagai orang tua juga diminta menyepakati komitmen untuk menyetorkan uang bulanan semacam SPP dengan besaran bervariatif. Rata-rata menyepakati Rp300.000 donasi semacam SPP itu. Tapi ada yang dibawah itu juga.

Ada juga permintaan donasi untuk perpustakaan dan komputer sebesar Rp50.000, ada juga uang kas kelas Rp5.000 per pekan. Orang tua siswa harus bisa melunasi saat putra putrinya lulus. Kalau tidak ijazah tidak boleh diambil.

Yang mirisnya oknum sekolah melalui kepalanya juga mencoba “mengendalikan” komite sekolah untuk menetapkan sejumlah angka rupiah (uang) yang harus dibayar per-siswa dengan label sumbangan, sehingga sebagian orang tua menjadi bingung apakah itu sumbangan atau rasa pungutan?

Inilah situasi simalakama bagi orang tua , apabila tidak menyerahkan “sumbangan rasa pungutan” akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan khususnya bagi anak mereka yang bersekolah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: