Sekolah di Tangsel Masih Banyak Pungli

Ilustrasi

Bagi orang tua siswa yang berpenghasilan besar, biaya kegiatan apapun yang dipungut sekolah untuk kegiatan putra putrinya, tidak ada masalah. Berapa pun pungutan yang diminta sekolah dia akan membayar kegiatan tersebut demi “keamanan” putra putrinya.

Namun persoalannya, tidak semua orang tua memiliki kemampuan ekonomi yang sama.

Bagi orang tua siswa yang secara ekonomi kurang mampu dan berpenghasilan pas-pasan. Pungutan ini akan menimbulkan problem besar. Pertama, orang tua siswa akan mati-matian mencari uang yang diluar kemampuannya. Kedua, jika ia tidak mengikuti kegiatan tersebut maka putra-putrinya akan mengalami rasa minder, tidak percaya diri dan malu dengan teman-temannya.

Memang pihak sekolah sekarang ini pandai mendalihkan pungutan sebagai sumbangan atau keikhlasan dari orang tua. Namun menurut hemat penulis, pungutan sekolah dalam bentuk apapun tanpa memperhatikan kondisi semua orang tua siswa dan membebani siswa adalah Pungutan Liar.

Ombudsman RI (ORI) juga tegas telah melarang sekolah memungut sumbangan dari siswa dengan dalih apapun termasuk sumbangan pengembangan. Orang tua murid tak boleh dibebani biaya pembangunan atau pengembangan, karena biaya tersebut sudah ditanggung pemerintah.

Larangan menarik sumbangan ini diatur dalam Permendikbud nomor 51/2018 yang diubah pada Permendikbud nomor 20/2019 terkait dengan PPDB 2019. Namun budaya praktek pungutan liar masih ada di sekolah di Tangerang Selatan.

Contoh kasus Pungli pernah terjadi di Tangerang Selatan beberapa waktu lalu. Kasus pungli ini sempat menghebohkan karena guru honorer bernama Rumini yang membongkar praktek pungli tersebut dipecat.

Guru Rumini yang mengajar di SDN Pondok Pucung 02 membongkar praktik pungutan liar yang terjadi di sekolahnya. Sekolah tersebut melakukan berbagai modus, mulai dari jual-beli buku paket, uang komputer, uang cat.

Sejumlah orangtua siswa yang menyekolahkan anaknya di SDN Pondok Pucung 02 mengungkap kebobrokan praktek pungli di sekolah ini. Untuk bisa masuk sekolah ini, orang tua harus merogoh kocek sebesar Rp750 ribu. Uang tersebut diperuntukkan untuk biaya seragam dan uang kegiatan tahunan.

Uang tahunan itu untuk kalau ada acara seperti maulidan, hari kartini, agustusan. Bahkan diduga ada penyimpangan anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dilakukan sekolah. Setelah mengungkap kasus pungli ini, Rumini dipecat.

Inspektorat Kota Tangerang Selatan (Tangsel) langsung diterjunkan melakukan investigasi pasca kasus pungli yang diungkap Rumini. Hasil investigasi Inspektorat Tangsel menemukan adanya pungli dari pihak sekolah dasar ke orang tua siswa hingga mencapai nilai Rp2,2 Miliar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: