Pemilu Bisa Diundur, Jika Rakyat Setuju !!!

Sebagai contoh, seorang Jenderal A.H. Nasution yang dikenal sudah mulai mengkritisi Bung Karno kala itu, ternyata menjadi seorang yang berperan strategis lahirnya Dekrit Presiden 1959. Ada kepentingan bersama kala itu dari para kekuatan politik untuk meminta Presiden Soekarno membuat Dekrit Presiden. Padahal waktu itu kita mengenal Lembaga Negara Yang berhak atas penetapan Keputusan tinggi termasuk soal konstitusi, yakni Konstituante. Konstituante mengalami “deadlock” beberapa kali dalam sidang-2nya untuk menetapkan UUD yg definitif.

Kemudian atas dukungan Jenderal AH Nasution yang waktu itu menjabat sebagai Pimpinan Angkatan Darat mendukung Konstituante dibubarkan berdasarkan Dekrit Presiden 1959. Latar belakang lain, Konstituante yang tugas utamanya merumuskan UUD baru menggantikan UUDS 1950, tetap gagal meski sudah melaksanakan sidang-sidang lebih dari 2 tahun. Bersamaan dengan itu kondisi keamanan di daerah juga mengalami gangguan. Terdapat beberapa gerakan yg bertujuan cenderung kearah disintegrasi. Dengan didukung partai-partai terbesar dalam Konstituante, Presiden melaksanakan Dekrit untuk menghindari adanya kekosongan hukum dengan menetapkan UUD yang definitif (kembali ke UUD 1945).4 Polwan Cantik Ini Berprestasi, Suaminya Disegani di Korps Bhayangkara dan Militer

Dan peristiwa Dekrit Presiden hingga kini dikenal menjadi salah satu Sumber Hukum Nasional. Tema sentralnya adalah menjaga kesatuan bangsa dan melindungi rakyat dari pengaruh-pengaruh negatif yang berujung pada perpecahan bangsa.

Dekrit Presiden 1959 memang tidak menyenangkan semua kekuatan politik saat itu. Terbukti kerjasama erat antara kekuatan politik yang termasuk didalamnya TNI-AD saat itu bangsa terselamatkan dari perpecahan.

Kedepan, Perlu Dibingkai Kesamaan Kepentingan Nasional

DARI sekelumit kisah Dekrit Presiden 1959, kita sadari bahwa persoalan terkait UUD bukan persoalan sederhana. Tetapi dengan pendekatan para kekuatan politik, dan dengan keberanian presiden Soekarno disertai dukungan pimpinan partai dominan serta pimpinan AD, persoalan besar bisa terpecahkan. Intinya adalah bagaimana kebutuhan internal para pelaku politik secara substansial memiliki kesamaan, yakni membela kesatuan bangsa dan masa depan mayoritas massa rakyat Indonesia.

Kata kunci kedepan, tentang Pemilu diundur atau tidak, adalah tergantung pada kemampuan “membingkai” kesamaan kepentingan para pimpinan kekuatan politik yang ada. Metode yang digunakan harus tetap menggunakan kaidah-kaidah politik yang non-liberal.

Jawaban atas kemungkinan diundur apa tidak Pemilu 2024 belum bisa dipaksakan saat ini atau dalam waktu dekat ini. Tetapi harus terus dibicarakan dan didiskusikan dengan merangkai kepentingan bersama para pelaku politik dalam konstruksi Demokrasi Pancasila, bukan Demokrasi Liberal !!!

Diskusi obyektif dan konstruktif tetap diperlukan mencari jalan dan arah terbaik kedepan

YANG dibutuhkan Rakyat bukan diskusi saling memojokkan dengan nada keras, apalagi kasar dan sinis, tetapi sekali lagi bangsa ini diuji untuk bisa bersabar dan berkepala dingin guna memecahkan masalah dan menjangkau masa depan yang jauh lebih baik. Dalam kondisi saat ini, sah-sah saja jika berbagai pihak yg merasa bertanggungjawab serius dan kongkrit terhadap program-program strategis yang menguntungkan rakyat, melibatkan pihak-pihak lain khususnya pelaku politik untuk mendiskusikan atau melakukan negoisasi guna merealisir agenda-agenda nasional bangsa ini agar lebih baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: