Mengejutkan! Survei Terbaru Ungkap Gerindra Ungguli PDIP, Ini Faktor Pemicunya

Gerindra berhasil mengungguli PDIP berkat coattail effect yakni kecenderungan seorang pemimpin partai politik populer untuk menarik suara kandidat lain. Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden (bacapres) disebutkan mampu mengerek suara Partai Gerindra secara signifikan.

Ilustrasi

Sisanya adalah Partai Ummat (0,4 persen), lalu PKN dan Buruh yang masing-masing nihil dukungan, serta masih ada 21,9 persen yang menyatakan tidak tahu/tidak menjawab.

Responden dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling) dan diwawancara tatap muka. Margin of error survei sebesar 2,9 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Pengaruh Jokowi Sangat Kuat Naikkan Elektabilitas Capres dan Parpol

Korelasi antara pencapresan dengan dukungan terhadap partai pengusung memperlihatkan bekerjanya coattail effect. Pengaruh kharisma dan kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo ikut menjadi faktor penting penentu kenaikan elektabilitas Capres yang didukung Jokowi dan parpol yang mengusung Capres.

Seiring dengan merosotnya kekuatan PDIP dan Ganjar Pranowo yang diusung sebagai bacapres, terjadi pergeseran arah dukungan Presiden Jokowi terhadap para bacapres.

Jokowi tampak membagi dukungan, sebelumnya condong kepada Ganjar, kemudian beralih meng-endorse Prabowo.

Hasilnya elektabilitas Prabowo bergerak naik, diikuti pula dengan kenaikan elektabilitas Gerindra sebagai pengusung utamanya.

Menurut Vivin, rivalitas antara PDIP dan Gerindra menarik untuk dicermati terutama jelang tahun politik 2024.

“Meskipun Prabowo dan Gerindra menjadi lawan politik Jokowi dan PDIP pada dua pemilu, tetapi keduanya pernah memiliki sejarah persekutuan yang erat dan kini sama-sama memerintah,” ujarnya.

PDIP yang berpengalaman sebagai oposisi selama dua periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pernah sama-sama mengajukan pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2009, Megawati yang berpasangan dengan Prabowo mengalami kekalahan dalam Pilpres tersebut.

Jalinan koalisi PDIP dan Gerindra pula yang menghadirkan Jokowi di pentas politik nasional, ketika mantan wali kota Solo itu diboyong untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta pada 2012 silam.

Namun seiring gesekan yang muncul, kedua kekuatan politik itu kemudian mengambil jalan berseberangan. Setelah pertarungan pada Pemilu 2014 dan 2019, Prabowo kemudian memutuskan bergabung dalam pemerintahan Jokowi periode kedua.

Gerindra pun berbalik posisi, dari oposisi terhadap pemerintah kini menjadi barisan pendukung kuat pemerintahan. Kuatnya dukungan terhadap Prabowo menaikkan suara dan perolehan kursi Gerindra di Senayan, menggeser Golkar yang biasanya menjadi runner-up.

“Kini dengan terus menguatnya Prabowo, Gerindra mengintip peluang naik ke peringkat pertama mengalahkan PDIP,” ujar Vivin.

Dia menilai hal tersebut akan menjadi tantangan serius bagi PDIP yang bertekad untuk mencetak hattrick atau menang pemilu tiga kali berturut-turut pada Pemilu 2024.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: