Maestro Pelukis dan Pematung Kayu Fenomenal Amrus Natalsya Meninggal Dunia

Sang Maestro Pelukis dan Pematung Kayu Fenomenal Amrus Natalsya Berpulang Pada Usia 90 Tahun

Setelah dibebaskan dari penjara pada tahun 1973, ia bekerja di bengkelnya di Pasar Seni, Ancol, Jakarta Utara. Di Ancol Amrus menguasai genre baru—gambar di papan tulis, yang menjadi sangat populer di kalangan kolektor. Namun ia tidak meninggalkan kegemaran lamanya pada patung kayu.

Pada sebuah pameran di Pusat Kebudayaan Jakarta di tahun 1998, patung “Bahtera Nuh” karyanya diakui sebagai karya terbaik pameran dan dibeli oleh Museum Universitas Pelita Harapan.

Buaj karya gmbar-gambar di papan yang paling mengesankan adalah “Pecinan” dibuatnya ketika peristiwa anti Cina sedang menggema di tahun 1998. Tahun 1999 karyanya dipamerkan di Mon Monk Gallery yang bergengsi.

Pada tahun 2004, ia kembali mengadakan pameran tunggal di Mon Monk Gallery, dan satu tahun kemudian di Canna Gallery. Koleksi lukisan dan pahatannya banyak dimiliki oleh kolektor Indonesia Etty Mustafa, yang telah mengoleksi karya-karyanya sejak 1995.

Sahabat kehilangan Amrus Natalsya

Tak hanya keluarga Amrus kehilangan atas kepergian Amrus. Tokoh seniman lainnya maupun wartawan yang sering mengunjungi kediaman Amrus, diantaranya seperti pematung Dolorosa Sinaga, dan jurnalis senior Martin Aleida merasa sangat kehilangan.

Linda Gumeulis sahabat Martin Aleida teringat ketika terakhir bertemu dengan Amrus, yang Linda tulis di sosmed pada 8 Juni 2923, menurut Linda daya ingat Amrus masih kuat.

“Pak Amrus sumringah dengan binar mata penuh semangat. Nampaknya mulai pikun. Beliau bertanya kembali, Di mana Martin? Di mana Dolorosa Sinaga yang biasanya ke sini? Sudah lama tidak bertemu. Salam saya untuk Martin dan Dolo,” tulis Linda.

Linda menjelaskan kedatangannya, meski harus bertanya bertubi-tubi mungkin karena sudah mulai berkurang pendengarannya.

“Bapak tidak lupa karena baru pertama kali ini kita bertemu. Saya Linda dari Cicurug. Temannya pak Martin, mbak Dolo. Saya datang menyampaikan salam untuk bapak dari pak Martin Aleida,” kata Linda kepada Amrus.

Pak Amrus mendengarnya dan nampak tersenyum sumringah sambil berkata, “Martin Aleida… sudah lama tak bertemu. Di mana dia? Bagaimana Martin” ? Tanya Amrus kepada Linda.

Pak Martin di Jakarta. Beliau sehat , masih aktif dan produktif menulis memoar, ” Sambil menyodorkan karya pak Martin. Beliau dengan antusias memperhatikan sampulnya, membuka beberapa halaman. Lalu, pak Amrus meminta bu Akay sang istri untuk meletakan buku itu di tempat tidurnya seraya berkata, “Buat saya baca nanti.” ucap Amrus.

Kemudian istri Amrus berkata, “Itu bukunya Linda pak…. ” tegas Akay kepada suaminya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: