Keturunan Rasulullah, Ulama Kharismatik Panutan Rakyat Indonesia

Oleh karena itu, berdasarkan pembagian tingkatan tasawuf menurut Habib Luţfi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pemikiran pendidikan sufistik Habib Luţfi berporos pada empat hal, yaitu, pendidikan sabar, pendidikan sabar, pendidikan ridha dan cinta Allah SWT. Yang akan kami uraikan secara detail berikut ini.

Pemikiran Pendidikan Kesabaran

Pendidikan sabar menurut Habib Luţfi adalah sikap menahan diri dan membawanya kepada yang diperintahkan oleh syari‟at Allah SWT dan akal serta menghindarkannya dari apa yang dibenci keduanya.

Menurut Khalim, sabar bagi seorang sufi adalah menyengaja hidup dalam keadaanfaqir, sehingga keadaan tersebut menuntut untuk bersabar tanpa mengenal keluhan.

Pendidikan kesabaran sangat berperan dalam mengatasi problem ekonomi, keluarga, lingkungan berdakwah dalam suatu masyarakat. Sebuah kesabaran memang ada batasnya, akan tetapi jika kesabaran itu kembali kepada keimanan, batas kesabaran itu akan menjadi nilai tambah dalam ilmu sabar.

Orang sabar akan menghadapi sesuatu dengan sikap solutif yang tidak terlepas dari al-Qur‟an dan Hadiś nabi. Sebagai contoh, ketika seseorang dimusuhi oleh orang yang dengki kepada dirinya, ketika emosi berperan disitulah letak batas kesabaran, akan tetapi semuanya akan cair ketika sabar dengan batasnya, ikut berbicara: Ya Allah selamatkan diriku dari segala macam penyakit hati, diantaranya penyakit dengki atau iri hati.

Pemikiran Pendidikan Kezuhudan

Al-Junaid mengatakan bahwa zuhud adalah kosongnya tangan dari kepemilikan dan kosongnya hati dari pencarian. Sufyan Tsauri, mengatakan, zuhud terhadap dunia adalah membatasai keinginan untuk memperoleh dunia, bukannya memakan makanan kasar, atau memakai jubah dengan kain kasar.

Pendidikan zuhud menurut Habib Lutfi adalah suatu sikap yang tidak tergila-gila dan terpedaya oleh urusan dunia dan gemerlapnya. Seseorang yang berzuhud ditengah-tengah kenikmatan yang ada di dunia dan lebih menyibukkan dirinya dengan Sang Pemberi nikmat. Ia memutuskan kenikmatan dan kelezatan dari dirinya agar tidak sampai di sibukkan oleh nikmat tersebut hingga melupakan Sang Pemberi nikmat.

Jika hal itu ia lakukan dengan konsisten, maka Dia akan mendekatkannya pada-Nya, bahkan akan memberikan kuasa takwin (pengadaan) di tangannya. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menjelaskan, “seorang „ alim tanpa zuhud akan menjadi beban siksaan bagi kalangan (generasi) semasanya, karena ia berbicara tentang keikhlasan, juga tanpa tanpa realisasi amal, sehingga pembicaraanya tidak mengena hati mereka, apalagi menetap. Merekapun hanya mendengar tanpa tergerak untuk melaksanakannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: