Irjen Prof Dr Chrysnanda Dwilaksana, Jenderal Pelukis dan Guru Polisi

Ditengah sapuan kuasnya dalam lukisan, Chrysnanda sering menyisipkan pesan dari maha guru Jawa tokoh pewayangan Semar atau Ki Lurah Bodronoyo. Salah satu filosofi yang fenonemal adalah kata-kata bijak tokoh pewayangan yang digambarkan sebagai gurunya Dewo itu: "Sura Dira Jaya Jayaningrat, Leburing Dening Pangastuti".

Kasespim Lemdiklat Polri Irjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana. Foto Instagram Official ChrysnandaDwilaksana

Irjen Chryshnanda beberapa kali mendapatkan penghargaan dari Jepang berkat inovasi dan konsep membangun konsep pemolisian yang berbasis komunitas.

Suka Menulis dan Terbitkan Buku

Saat dijamu ngopi di rumah dinasnya, penulis melihat banyak berjejer lukisan karya beliau yang sangat imajinatif. Juga terlihat tumpukan buku-buku yang umumnya bertema inspiratif. Ada komik karya Ganes TH, ada buku tentang polisi, buku filsafat.

Irjen Chryshnanda juga telah menerbitkan puluhan buku. Berbagai tema dari buku tersebut, tentang kepolisian hingga seni budaya. Ia menulis art policing. Buku-buku tersebut tidak dijual. Tapi dibagikan semua secara gratis.

Sejumlah buku yang ditulis Irjen Chrysnanda merupakan otokritik, dan upayanya untuk memperbaiki citra institusi Polri di masyarakat. Di antaranya ‘Menjadi Polisi yang Berhati Nurani’, Demokratisasi Pemolisian dan Strategi Keluar dari Zona Nyaman’, ‘Polisine Rakyat Iku Jujur Ora Ngapusi’, ‘Polisi Penjaga Kehidupan’, dan ‘Kenapa Mereka Takut dan Enggan Berurusan dengan Polisi?’.

Dalam buku itu, Chryshnanda menjelaskan bahwa seni dan budaya merupakan pilar peradaban bangsa. Ia berpandangan bahwa seni budaya bisa memajukan sebuah bangsa.

Jenderal Chrysnanda juga banyak bergaul dengan komunitas budayawan di Kampoeng Semar. Disana ia berinteraksi dengan seniman, pelukis, kartunis, wartawan.

Irjen Chrysnanda berpandangan bahwa manusia itu hidup harus punya daya imajinasi dan manusia itu harus berarti bagi orang lain. Karena dengan imajinasi orang bisa melihat alam ini secara luas dan penuh makna. Dan seni itu harus penuh imajinatif. Karena dengan imajinasi alam pikiran kita lebih terkonseptual.

“Dari imajinasi ini seni dapat dikategorikan, dimaknai, dijadikan model, dipahami maknanya bahkan dikonseptualkan atau diabstraksikan bahkan dilihat dari sudut atau angle mana dilihat atau diperlakukan. Dari situlah seni dapat menjadi katarsis. Bisa saja sebagai obat waras pelepas beban jiwa atas kepenatan dan kesusahan hidup. Seni bisa saja dikatakan sebagai ‘byuk’ menumpahkan isi pikiran atau jiwa,” kata Cryshnanda.

Selain itu, Chryshnanda mengatakan seni juga disebut sebagai refleksi kecerdasan, kenapa demikian?

“Karena seni sarat dengan imajinasi. Imajinasi inilah kekuatan atas pengetahuan teknologi, informasi yang dapat dilakukan masa lalu, masa kini, bahkan masa depan. Kekuatan imajinasi digunakan untuk menyederhanakan, membuat model, menjabarkan bahkan mendetailkan semua bisa dilakukan,” tutur dia.

“Seni sebagai jembatan peradaban dan solusi atas berbagai kebuntuan kehidupan merupakan sesuatu yang solusi, atau setidaknya jalan tengah untuk win win solution,” lanjutnya.

Profil Irjen Pol Prof Dr Chrysnanda Dwilaksana

Pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 3 Desember 1967 ini merupakan lulusan Akademi kepolisian (Akpol) pada 1989. Lulus dari Akpol, Chryshnanda melanjutkan pendidikan S-1 di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) 1998.

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: