EDITOR.ID, Tangerang Selatan,- Gagasan brilian Presiden Joko Widodo menggulirkan Omnibus Law untuk menyederhanakan birokrasi dan perijinan usaha mendapatkan apresiasi dari pakar Ilmu Pemerintahan Prof Ryaas Rasyid.

Di hadapan peserta Seminar Nasional bertema “Tantangan Pelayanan Publik Dalam Penyederhanaan Birokrasi” yang diprakarsai Universitas Pramita Indonesia (UNPRI), Prof Ryaas berulangkali memuji omnibus law sebagai salah satu cara untuk menyederhanakan birokrasi yang lebih fleksibel.
“Bagus itu (Omnibus Law,red) menggabungkan undang-undang yang sejenis yang mengatur hal yang sama,” ujar Prof Ryaas ketika dicegat wartawan EDITOR.ID dan MATRANEWS.ID usai seminar saat akan memasuki mobilnya, Sabtu (01/02/2020) di Gedung Graha Widya Bhakti Puspitek Serpong, Tangerang.
Namun soal kebijakan omnibus law, Prof Ryaas yang selama ini dikenal sebagai ahli ilmu pemerintahan dan otonomi daerah ini menilai ada yang janggal dalam proses penyusunannya.
Prof Ryaas melihat ada agenda terselubung yang akan dimasukkan dalam UU Omnibus Law. Hal inilah yang dikritik tajam Prof Ryaas.
“Saya kira itu ide bagus awalnya, kan penyederhanaan tapi sekarang ini yang bocor keluar bukan penyederhanaannya. Tapi ide-ide baru yang akan dimasukkan yang sengaja dibocorin keluar, yang saya nggak mengerti maksudnya apa itu,” tutur Ketua Dewan Pembina MIPI ini.
“Yang nggak dipahami itu sehingga menyusahkan kita untuk menjelaskan apa maksudnya ini, Sebagai contoh kalau ada orang membicarakan mengenai Mendagri bisa memecat Gubernur, bupati dan walikota itu darimana,” katanya dengan nada tanya.
Menurut Prof Ryaas, pihaknya belum bisa memahami maksud aturan ini. “Ini kan yang sengaja dibocorkan keluar, kita kan nggak ngerti,” tuturnya.
Oleh karena itu Prof Ryaas memberikan saran dan nasehat kepada Presiden Jokowi. Ryaas menyarankan mestinya Undang-Undang Omnibus Law kalau ingin dikeluarkan ke publik jika ingin transparan disebutkan ini undang-undang menyangkut hal yang sama.
“Sampai sekarang kita nggak tahu mana yang akan digabungkan, pasal yang mana yang akan disatukan dan diserasikan itu kan pekerjaan besar,” katanya.
Dalam persoalan omnibus law ini, Prof Ryaas menyarankan kepada Presiden Joko Widodo untuk membentuk tim yang bagus dari kalangan pakar, akademisi, dan ahli pemerintahan untuk bekerja secara benar dan transparan kepada publik.
“Jika ingin diterima publik jika bisa didiskusikan dulu dengan publik yang bisa dimintakan dari kalangan tokoh pemerintahan untuk memberikan masukan,” pungkasnya.
Prof Ryaas Rasyid juga termasuk tokoh dan ahli ilmu pemerintahan yang kurang setuju jika ibukota pemerintahan di Jakarta di pindahkan ke Kalimantan Timur. Alasan Prof Ryaas, Jakarta adalah sejarah berdirinya ibukota tidak bisa begitu saja ditinggalkan.
“Bung Karno bersama para pendiri bangsa ini mendirikan dan memproklamasikan Republik Indonesia di Jakarta, itu sejarah tidak bisa kita pungkiri dan nafikkan, apakah kalau kita mau menziarahi Para Pahlawan kita harus datang ke Jakarta dari Kalimantan, kan aneh, karena sejarah ibukota semua ada di Jakarta,” tuturnya.
Oleh karena itu Prof Ryaas termasuk orang yang tidak setuju dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk memindahkan ibukota. Ryaas“Ya, saya memang orang yang tidak setuju kalau ibukota dipindah dari Jakarta,” ujar Prof Ryaas Rasyid, terus terang. Tapi, “Ketika sudah diputuskan untuk pindah, saya gimana lagi. Hanya bisa kasih masukan yang terbaik buat bangsa.” (tim)