Budayawan, Sastrawan sekaligus Penyair Abdul Hadi WM Meninggal Dunia di Usia 77 Tahun

Innalilahi wa innailaihi rojiun... Telah meninggal dunia Sastrawan, Penyair, Abdul Hadi WM, pada pukul 03.36 dini hari Jumat, 19 Januari 2024, Prof Abdul Hadi WM, di Rumah Sakit RSPAD. Jenasah akan disemayamkan di rumah duka: Vila Mahkota Pesona Jatiasih, Bojong Kulur, Gunung Putri, Bogor. Dari RSPAD Gatot Subroto ke rumah duka, dimakamkan di taman pemakaman setempat setelah sholat Jumat.

Pendidikan

Almarhum menempuh pendidikan (Doktor Filsafat) Almamater Universitas Gajah Mada, Universitas Padjadjaran, Universitas Sains Malaysia. Pekerjaan Sastrawan, Filsuf serta Budayawan.

Abdul Hadi mengambil program studi Antropologi. di University of Iowa, Amerika Serikat selama setahun 1973-1974 mengikuti Internasional writing program, lalu di Hamburg, Jerman selama beberapa tahun untuk mendalami sastra dan filsafat.

Pada tahun 1992 ia mendapatkan kesempatan studi dan mengambil gelar master dan Doktor Filsafat dari Universitas Sains Malaysia di Penang.

Sekembalinya ke Indonesia, Hadi menerima tawaran dari teman lamanya Nurcholish Madjid untuk mengajar di Universitas Paramadina, Jakarta, universitas yang sama yang mengukuhkannya sebagai Guru Besar Falsafah dan Agama pada tahun 2008.

Almarhum dikenal sebagai peneliti sufisme (Meditasi, Madura) melalui karya-karyanya itu Abdul Hadi yang bernapaskan sufistik, penelitian-penelitiannya dalam bidang kesusasteraan Melayu Ni Nusantara dan pandangan-pandangannya tentang agama Islam pluralisme.

Sebagai sastrawan, Hadi bersama sahabat-sahabatnya antara lain Taufik Ismail, Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabar dan Leon Agusta menggerakkan program Sastrawan Masuk Sekolah (SMS), di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan Yayasan Indonesia dengan sponsor dari The Ford Foundation.

Karya

Penghargaan kepada dirinya berupa Sastra ASEAN dari Putra Mahkota Thailand. Sekitar tahun 1970-an, para pengamat menilainya sebagai pencipta puisi sufis.

Abdul Hadi menulis tentang kesepian, kematian, dan waktu. Seiring dengan waktu, karya-karyanya kian kuat diwarnai oleh tasawuf Islam.

Sahabat karibnya Taufik Ismail menilai karya Abadi Hadi berpuisi religius. Namun Abdul Hadi membantahnya. “Dengan tulisan, saya mengajak orang lain untuk mengalami pengalaman religius yang saya rasakan. Sedang Taufik menekankan sisi moralistisnya.”

Sejak 1970-an puisi-puisi Abdul Hadi menguat kearah estetika timur dalam sastra Indonesia kontemporer, puitika sufistik menjadi mainstream cukup dominan dan cukup banyak berpengaruh diikuti oleh para pengikutnya.

Tampak dari prinsip-prinsip puisinya berseni Islami mendorong masyarakat ke arah pencerahan sosial dan spiritual yang dianggap sebagai penyeimbang pengaruh budaya Barat yang hedonis dan sekuler.

Penelitian filsafat yang berhasil Abdul Hadi bujukan duantaranya Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: Esai-esai Sastra Profetik dan Sufistik (Pustaka Firdaus, 1999), Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya (Pustaka Firdaus, 1999), Tasawuf Yang Tertindas, serta beberapa buku kumpulan puisi antara lain At Last We Meet Again, Arjuna in Meditation  (bersama Sutardji Calzoum Bachri dan Darmanto Yatman), Laut Belum Pasang, Meditasi, Cermin, Tergantung pada Angin, Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur, Anak Laut Anak Angin, Madura: Luang Prabhang dan Pembawa Matahari.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: