Ahok: Sistem Sudah Baik Kecuali Jika Ada Niat Maling

“Tidak benar bahwa sistemnya yang salah. Dulu tidak ada masalah, malah dapat penghargaan dari Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) dan dicontoh oleh kota-kota lain,” kata Ima.

Dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) 2020, terdapat anggaran yang menjadi sorotan publik karena tidak masuk akal. Ada usulan anggaran lem aibon Rp 82 miliar dan bolpen senilai Rp 124 miliar. Menurut Ima, itu bukan gara-gara sistem e-Budgeting warisan Ahok yang salah, melainkan Anies yang salah.

“Ini kan masalahnya Pak Anies yang tidak monitor anak buahnya menyusun anggaran. Malah menyalahkan sistem e-Budgeting,” kata Ima.

Dia menjelaskan, sistem penganggaran elektronik sebenarnya memudahkan Anies dalam mengelola anggaran. Dia tak sepakat dengan Anies yang menyatakan bahwa satu-satunya cara mengetahui anggaran aneh adalah dengan pemeriksaan manual. Dalam e-Budgeting era Ahok, pelacakan bisa dilakukan oleh sistem anggaran itu sendiri. Namun penyisiran manual tetap diperlukan.

“Sebenarnya e-Budgeting ini kalau mau input atau mau beli apa, sistem bisa blokir barang apa yang nggak boleh diinput atau dibeli. Ini guna menghilangkan proyek titipan dan mark-up anggaran,” tuturnya.

Biaya-biaya yang aneh seperti lem aibon bisa terlacak dengan cepat melalui e-Budgeting. Sayangnya, menurutnya, Anies tidak melakukan apa yang dilakukan Ahok dulu.

“Saya mencontohkan apa yang dilakukan Pak BTP (Ahok) waktu menjabat Gubernur. Beliau selama 13 jam dalam sehari menyisir anggaran bersama dengan seluruh SKPD terkait, untuk bisa meminimalisir anggaran siluman,” kata Ima.

Dia menyatakan anggaran yang tidak masuk akal berasal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Gubernur selaku pimpinan memang harus tak serta merta menyetujui usulan SKPD sebelum mencermatinya dengan teliti. Sistem e-Budgeting yang dibangun Ahok sudah lebih baik ketimbang masa sebelumnya.

“Kejadian periode sebelum pakai e-Budgeting itu, anggaran yang sudah disetujui kadang berubah-ubah. Maka dari itu e-Budgeting bisa mengunci jika anggaran sudah disetujui,” kata dia.

Anies Salahkan Sistem Digital

Menanggapi sorotan publik terkait sejumlah anggaran yang dinilai janggal, Anies malah melempar bola ke sistem digital yang diterapkan Pemprov DKI.

Ia menilai sistem digitalisasi yang ada hanya manual, tidak dilengkapi pengecekan. Seharusnya, dibuat smart system yang memiliki algoritma sehingga bisa mendeteksi anggaran janggal.

“Begitu ada masalah, langsung nyala. Red light. Begitu ada angka yang tidak masuk akal, langsung muncul warning. Kan bisa tahu. Itu tinggal dibuat algoritma saja, if itemnya itu jenisnya aibon, harganya Rp 82 miliar, sebenarnya harganya kan enggak semahal itu. Harusnya ditolak itu sama sistem,” kilahnya.

Selain sistem digital penganggaran Pemprov DKI, pun Anies turut menyalahkan gubernur sebelumnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: