Vaksin Nusantara, Karya Anak Bangsa Pertama di Dunia

ilustrasi vaksin

EDITOR.ID, Jakarta,- Diam-diam mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Universitas Diponegoro dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Karyadi Semarang membuat penemuan fenomenal soal vaksin Covid-19. Namanya Vaksin Nusantara. Keunggulan vaksin ini bisa digunakan penderita komorbid, lansia dan suntikannya tak perlu terlalu ke dalam.

Kepala Tim penemunya adalah Mantan Menteri Kesehatan Dr Terawan Agus Putranto yang namanya pernah ngetop karena temuannya mengembangkan metode mencuci otak untuk menyembuhkan penderita stroke. Metode tersebut masih terus dipraktekan di RSPAD, serta pengobatan terbarunya seperti terapi sel punca (stem cell).

Penemuan vaksin Covid paling canggih pertama di dunia itu diperjuangkan dengan kerja keras penelitian tim sejak lama. Dari sejak fase pertama, ketika mereka meneliti masalah keamanan penggunaan vaksin. Dimana mereka mampu menciptakan vaksin Covid nyaris tanpa efek samping.

Kini penelitian telah memasuki babak kedua. Ada 180 relawan bersiap merasakan dampak kekebalan tubuh dari vaksin ini.

Pengembangan Vaksin Nusantara ini menggunakan metode sel dendritik autolog atau komponen sel darah putih. Metode dan inovasi pembuatan vaksin ini disebut menjadi yang pertama kali di dunia untuk Covid-19.

Dosen dan Anggota Tim Peneliti Vaksin Nusantara Dr. Yetty Movieta Nency mengatakan sebenarnya metode sel dendritik autolog ini bukan merupakan hal yang baru. Sebab, di luar negeri metode ini telah digunakan untuk pengobatan penyakit melanoma atau kanker kulit.

“Sel dendritik sudah lama dipakai. Di luar negeri untuk vaksin penyakit lain, bukan hal baru. Tapi karena ada Covid ini kita adopt. Di luar negeri untuk penyakit melanoma dan imun lainnya. Dengan sel dentritik hasilnya bagus. Di Indonesia ini baru pertama kita kenalkan. Kalau untuk Covid-19 bisa dibilang pertama kali di dunia,” kata Yetty di RSUP Kariadi Semarang belum lama ini.

Selain keefektifannya yang sangat tinggi, vaksin Nusantara ini disebut bakal memiliki harga lebih murah. Dokter Yetty Movieta Nency menyebutkan, jika telah diproduksi massal, harga satu dosis Vaksin Nusantara hanya sekitar US$ 10.

Menurut Yetty, harga Vaksin Nusantara lebih murah karena biaya produksi yang hemat. “Anggaran penyimpanan, distribusi, penambahan, bisa diminimalisir,” ujar dia.

Vaksin ini berbasis sel Dendritik. Prosesnya diawali dengan mengambil darah pasien. Kemudian diambil sel darah putih dan sel dendritiknya. Sel ini kemudian dikenalkan dengan rekombinan dari SARS-CoV-2. “Prosesnya sekitar seminggu kemudian disuntikkan kembali,” katanya.

Lantaran berasal dari sel yang diambil dari tubuh penerima, Yetty menyebut, Vaksin Dendritik kecil kemungkinan menimbulkan infeksi.

Ia menjelaskan penelitian Vaksin Nusantara menggunakan metode sel dendritik autolog ini bersifat personal.

“Sel dendritik autolog merupakan komponen dari sel darah putih yang dimiliki setiap orang lalu dipaparkan dengan rekombinan antigen protein S dari SARS-COV-2,” katanya.

Proses pengambilan sampel dendritik hingga menjadi vaksin memakan waktu inkubasi sekitar seminggu.

Kemudian, sel dendritik yang telah mengenal antigen akan diinjeksikan kedalam tubuh kembali.

“Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap SARS COV-2,” ucapnya.

Kelebihan dari vaksin Nusantara ini selain dinilai aman dan halal juga bersifat personal.

“Aman karena memakai darah pasien sendiri dan memicu tubuh sendiri untuk menimbulkan kekebalan. Jadi Insya Allah halal karena tidak mengandung komponen lain seperti benda-benda atau binatang,” ujarnya.

Ia mengungkapkan vaksin Nusantara bisa menjadi alternatif bagi pasien yang tidak masuk kriteria vaksinasi selama ini.

“Salah satu alternatif untuk orang-orang yang tidak bisa masuk kriteria vaksin karena banyak dengan penyakit berat. Misalnya kanker, dengan dendritik dimungkinkan bisa vaksin,” lanjutnya.

Saat ini, penelitian vaksin buatan anak negeri ini telah memasuki uji klinis fase II yakni tahapan keamanan dan efektifitas yang bakal dilakukan kepada sebanyak 180 relawan.

Proses persiapan uji klinis fase II dan rekruitmen relawan sedang dilakukan sembari menunggu izin penelitian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turun.

“Setiap fase penelitian harus mendapatkan izin dulu dari BPOM. Ini sedang persiapan untuk rekruitmen relawan, screeningnya ketat syaratnya dalam kondisi sehat tidak ada riwayat penyakit berat. Sama dengan vaksin lainnya,” ujarnya.

Pemrakarsa pembuatan Vaksin Nusantara yakni mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.

Dalam pengembangannya, penelitian Vaksin Nusantara dilakukan oleh tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), RSUP Kariadi Semarang dan Balitbangkes Kemenkes serta bekerjasama dengan AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat dalam penyediaan reagen.

Ke depannya, diharapkan pengerjaan Vaksin Nusantara bisa diproduksi di semua fasilitas kesehatan secara massal.

“Diproduksi massal itu kit dan metodenya kita sosialisasikan ke beberapa institusi yang bisa mengerjakan serupa. Karena bersifat personal jadi kita ambil kita buat sesuai persyaratan yang ditentukan,” katanya. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: