Tok! MK Tolak Gugatan Pasal Batas Usia Capres Cawapres, Gibran Kian Legitimed

Landasan konstitusi dan posisi hukum Gibran kian kuat dan legitimed setelah 9 Hakim Konstitusi secara bulat dan utuh memutuskan menolak gugatan uji materi

Jakarta, EDITOR.ID,- Pihak-pihak yang mempersoalkan kembali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia Capres Cawapres, akhirnya bungkam.

Mereka tak bisa lagi menebar narasi fitnah demi menganulir pencawapresan Gibran Rakabuming Raka.

Landasan konstitusi dan posisi hukum Gibran kian kuat dan legitimed setelah 9 Hakim Konstitusi secara bulat dan utuh memutuskan menolak gugatan uji materi yang menghendaki syarat usia minimal capres-cawapres 40 tahun atau berpengalaman sebagai gubernur atau wakil gubernur.

Putusan ini ditetapkan tanpa melibatkan mantan Ketua MK Anwar Usman untuk menjaga independensi.

Putusan ini merespons Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 terkait pengujian materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang telah dimaknai Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia minimal capres-cawapres.

Putusan perkara nomor 90 tersebut menyatakan syarat usia capres dan cawapres minimal usia 40 tahun atau pernah dan sedang menjabat jabatan yang diperoleh Pemilu atau Pilkada.

Putusan tersebut saat itu diketok oleh 9 hakim konstitusi diantaranya Anwar Usman semasa menjabat Ketua MK.

Ketua MK Suhartoyo menyampaikan kesimpulan bahwa mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo; pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo;

Permohonan provisi tidak dapat diterima; pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat membaca amar putusan di Gedung MKRI, Jakarta, Rabu (29/11/2023).

Suhartoyo mengatakan putusan tersebut diputus oleh delapan hakim tanpa Anwar Usman.

Dalam salah satu pertimbangannya, mahkamah menegaskan bahwa Putusan 90 itu bersifat final dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak dibacakan.

MK disebut sebagai badan peradilan konstitusi yang tidak mengenal adanya sistem stelsel berjenjang yang mengandung esensi adanya peradilan secara bertingkat yang masing-masing mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi oleh badan peradilan di atasnya terhadap putusan badan peradilan pada tingkat yang lebih rendah sebagai bentuk “upaya hukum”.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan hal tersebut juga menegaskan bahwa putusan MK berlaku dan mengikat serta harus dipatuhi oleh semua warga negara termasuk lembaga negara sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum tanpa adanya syarat apapun.

Sebagai konsekuensi yuridisnya, kata Enny, jika ada subjek hukum atau pihak tertentu yang berpendapat terhadap putusan MK terdapat hal-hal yang masih dirasakan adanya persoalan konstitusionalitas norma terhadap isu konstitusionalitas yang telah diputuskan atau dikabulkan oleh MK, maka dapat mengajukan pengujian inkonstitusionalitas norma dimaksud kepada MK.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: